Sekarang kau begitu indah dipandang. Tak ada lagi semak belukar. Tak ada lagi tanah becek. Tak ada lagi gundukan sampah. Yang ada, hanyalah keindahan dan kenyamanan. Satu per satu mereka mulai singgah di tempatmu. Entah itu hanya sebentar ataupun berlama-lama. Sedangkan aku ? Yah, aku tetap disini memandangimu. Singgah ? Terima kasih. Tapi maaf. Aroma indomie ku yang baru masak sudah membuatku nyaman disini. Selamat makan !
Sabtu, 29 Desember 2012
Dari arah mace
Dulu kau tak dirawat. Jangankan untuk disinggahi, melirik pun tak ada nafsu. Bertahun-tahun seperti itu. Kami lebih memilih tempat di hadapanmu. Tak begitu dirawat juga,sih. Hanya saja, disini ada ibu yang setiap hari datang memfasilitasi kebutuhan perut kami.
Jumat, 28 Desember 2012
Hukum Pengecualian
Kau tahu hukum pengecualian ? Pasti kau tahu. Tak perlu kujelaskan. Kau jauh lebih tahu daripada aku. Yang jelas, hukum itu berlaku untukmu.
Asal kau tahu, aku benci perempuan manja. Karena aku harus selalu bisa memenuhi keinginanmu yang mutlak itu. Aku juga benci perempuan yang polos dan seperti anak-anak. Karena jika terjadi sesuatu padamu, aku akan dimarahi. Aku benci perempuan yang lucu. Karena kemanapun kita pergi bersama, kau pasti lebih populer. Aku benci perempuan yang baik hati. Karena aku akan susah membalas kebaikanmu. Aku benci semua itu.
Hei ! Hukum pengecualian itu berlaku. Aku selalu bisa jalan bersamamu. Meski aku sering mengeluh, ternyata kita sudah sejauh ini. Ikhlas dan rendah hati, adalah hal terbesar yang kudapat darimu selain tempat nginap dan mandi.
Hei sexy ! Tetaplah seperti itu. Krena aku sudah terlanjur mabuk, dan aku tak ingin sadar.
Asal kau tahu, aku benci perempuan manja. Karena aku harus selalu bisa memenuhi keinginanmu yang mutlak itu. Aku juga benci perempuan yang polos dan seperti anak-anak. Karena jika terjadi sesuatu padamu, aku akan dimarahi. Aku benci perempuan yang lucu. Karena kemanapun kita pergi bersama, kau pasti lebih populer. Aku benci perempuan yang baik hati. Karena aku akan susah membalas kebaikanmu. Aku benci semua itu.
Hei ! Hukum pengecualian itu berlaku. Aku selalu bisa jalan bersamamu. Meski aku sering mengeluh, ternyata kita sudah sejauh ini. Ikhlas dan rendah hati, adalah hal terbesar yang kudapat darimu selain tempat nginap dan mandi.
Hei sexy ! Tetaplah seperti itu. Krena aku sudah terlanjur mabuk, dan aku tak ingin sadar.
Kamis, 27 Desember 2012
Seorang Pria di Gedung Kesenian
"Seni sudah mati".
Kata-kata itu bukan sayup-sayup ku dengar. Dia berteriak di dekatku. Tangannya menunjuk ke arah bangunan tua yang bahkan tak mendengarnya. Dia terus berteriak dan memaki. Terus berteriak di pinggir jalan dan menghadap ke bangunan itu. Apa yang dilakukannya ? Bangunan itu tak merespon sedikitpun kelakuannya. Disekelilingnya, orang hanya cekikikan melihatnya. Akupun begitu. Mungkin saja dia hanya menjadi hiburan bagi kami yang ada disini. Ternyata, dia tak peduli. Suara lantangnya tak juga melemah. Selamat berjuang pria kecil pemberani !
Yah, kau tak hanya sekedar berteriak. Kata-kata mu pasti penuh arti. Meskipun, aku tak mengerti sedikitpun tentang seni. Dan akupun tak mengerti kata-kata yang sedari tadi kau ucapkan. Aku tahu, kau tak mungkin melakukan itu kalau tak mengerti tentang seni. Tak mungkin kau seenaknya menyebut dia sudah mati kalau kau tak kecewa padanya. Aku hanya bisa menonton dan menulis tentangmu.
Hei pria kecil pemberani ! Kau mengingatkanku pada kata-kata yang pernah kubaca.
"Seni adanya di jalanan. Bukan di gedung kesenian."
Saya nda tau apa judulnya ini !
Kau bilang, kita adalah teman. Tapi aku bilang, hanya aku yang menganggapmu teman. Kau tidak. I don't care ! Kau selalu ada. Apa lagi ? Tapi kau berkata, "Ayolah. Aku ini laki-laki". Apakah aku harus berkata, "Ayolah. Aku ini perempuan" untuk meninggalkanmu ?
Kita pernah terbang bersama. Aku tahu, sayapmu lebih besar dan mampu terbang lebih cepat dariku. Tapi kau mengurangi kepakan sayapmu agar aku tak ketinggalan. Aku pikir, kau baik. Aku pikir, kau senang terbang bersamaku. Tapi aku tak pikir, kalau kau tahu aku tak suka kalah. Semakin lama, kepakan sayapmu semakin lemah. Dan kau tertinggal di belakangku. Aku kira, aku menang. Dengan tersenyum bangga, aku berbalik dan berkata, "Aku menang, kan ?". Dan kau dengan tenangnya tersenyum dan berkata, "Iya. Kau menang, Elaa ! Dan aku suka terlihat kalah." Seperti itu terus.
Aku jatuh dan sayapku patah. Aku terlalu memaksakan agar terbang secepat mungkin. Apa yang kau lakukan ? Kau turun dan menolongku. Kau berkata, " Kita tetap teman, kan ?" dan aku berkata " Jangan tinggalkan aku."
Kau memang tetap menemaniku memulihkan sayapku. Aku tak tega. Dan aku menyuruhmu pergi. Tapi kau berkata, "Ayolah. Aku ini laki-laki." Saat itu aku sadar kalau kau sudah pergi. Kau sudah meninggalkanku. Tubuhmu ada disini. Tapi kau sudah pergi. Kau sudah pergi sejak kau menungguku. Kau sudah pergi sejak kau melemahkan kepakan sayapmu. Kau sudah pergi sejak kau membiarkanku terlihat menang.
Asal kau tahu saja. Sangat menyenangkan melihatmu terbang sesuai dengan talentamu. Kau tak harus disini menemaniku memulihkan sayapku. Cukup membuatku mabuk, babe ! Ayolah. Aku ini perempuan.
Kita pernah terbang bersama. Aku tahu, sayapmu lebih besar dan mampu terbang lebih cepat dariku. Tapi kau mengurangi kepakan sayapmu agar aku tak ketinggalan. Aku pikir, kau baik. Aku pikir, kau senang terbang bersamaku. Tapi aku tak pikir, kalau kau tahu aku tak suka kalah. Semakin lama, kepakan sayapmu semakin lemah. Dan kau tertinggal di belakangku. Aku kira, aku menang. Dengan tersenyum bangga, aku berbalik dan berkata, "Aku menang, kan ?". Dan kau dengan tenangnya tersenyum dan berkata, "Iya. Kau menang, Elaa ! Dan aku suka terlihat kalah." Seperti itu terus.
Aku jatuh dan sayapku patah. Aku terlalu memaksakan agar terbang secepat mungkin. Apa yang kau lakukan ? Kau turun dan menolongku. Kau berkata, " Kita tetap teman, kan ?" dan aku berkata " Jangan tinggalkan aku."
Kau memang tetap menemaniku memulihkan sayapku. Aku tak tega. Dan aku menyuruhmu pergi. Tapi kau berkata, "Ayolah. Aku ini laki-laki." Saat itu aku sadar kalau kau sudah pergi. Kau sudah meninggalkanku. Tubuhmu ada disini. Tapi kau sudah pergi. Kau sudah pergi sejak kau menungguku. Kau sudah pergi sejak kau melemahkan kepakan sayapmu. Kau sudah pergi sejak kau membiarkanku terlihat menang.
Asal kau tahu saja. Sangat menyenangkan melihatmu terbang sesuai dengan talentamu. Kau tak harus disini menemaniku memulihkan sayapku. Cukup membuatku mabuk, babe ! Ayolah. Aku ini perempuan.
Untuk orang yang mau belajar semiotika.
Rabu, 14 November 2012
Sedikit tentang The Dark Knight Rises
Film ini adalah edisi terakhir dari serial tentang Batman. Seperti film Hollywood pada umumnya, ceritanya sangat bisa ditebak. Mulai dari keterpurukan hidup seorang pria tampan yang bernama Bruce Wayne yang harus bersembunyi dari kehidupan Gotham City karena dianggap sebagai penjahat di edisi sebelumnya yaitu The Dark Knight. Nasib sial sepertinya tidak pernah berhenti mendatanginya. Mulai dari ketidakpercayaan penduduk Gotham City terhadapnya, perusahaannya yang harus bangkrut, orang kepercayaan keluarganya harus meninggalkannya, dan lainnya. Dan beruntunglah muncul seorang teroris yang bernama Bane membuatnya sekali lagi eksis di dunia persuperheroan. Saya tidak ingin membahas tentang perjalanan hidup seorang Wayne yang selalu dihinggapi keberuntungan dunia itu. Memang untuk mendapatkan kemenangan di akhir film, dia perlu melalui ujian yang sangat keras. Tapi tetap saja hasil akhir sudah ditangan. Kemenangan adalah milik superhero sang pembela kebenaran.
Saat menonton film ini, saya sempat terharu melihat kondisi Gotham City yang diciptakan oleh Bane. Meskipun dibangun atas dasar teror dan tekanan, tapi dunia yang seperti itu sangat indah menurut subjektif saya. Itulah revolusi yang sebenarnya. Pemerintahan diambil alih oleh rakyat sipil. Para pejabat hanya mempunyai satu tujuan hidup. Mati. Aparat pun tak bisa melakukan apa-apa karena tidak punya senjata. Kehancuran tatanan? Jelas. Hidup yang sudah bertahun-tahun dijalani tak bisa begitu saja dirubah polanya. Tak masalah. Terlepas dari baik ataupun buruknya, sesuatu yang baru itu selalu menyenangkan dan seru.
Si tampan Wayne pun tak berdaya. Dia tak akan bisa mengalahkan Bane tanpa mendapatkan bantuan dar semuanya. Mulai dari si seksi Catwoman, pria muda berbakat Robin, dokter yang ada di penjara, dan lainnya. Masih pantaskah Batman menyandang gelar sebagai superhero? Entahlah. Mungkin saya memang membenci makhluk yang bernama superhero. Tapi untuk sosok Batman ini, saya memberi sedikit applouse lah. Tokoh superhero mana sih yang lebih masuk akal dibanding Batman? Karena memang dia didukung oleh alat yang canggih dan kekayaan yang melimpah.
Kehidupan di Gotham City adalah gambaran kehidupan kita. Bagaimana seorang superhero dielu-elukan tanpa pernah ada niat untuk berusaha sendiri mendapatkan keselamatan itu. Kita terlalu berharap akan datang seorang penyelamat yang akan mengangkat kita dari keterpurukan dan teror kehidupan. Manja. Itu kata yang tepat. Gadget yang mendukung itu semua hanya akan dimiliki oleh sang superhero. Iyalah. Kita tidak mungkin punya mobil ataupun senjata yang secanggih Batman. Gimana caranya mau jadi superhero? Disinilah letak ketidakadilannya. Bayangkan saja kalau mobil canggih itu dipotong dan dibagi sesuai kebutuhan pemirsa. Ada yang menggunakan bannya untuk mengganti ban mobilnya, atau menggunakan setirnya sebagai stik untuk bermain game, senjatanya bisa dipakai membunuh penjahat, atau apapun lah. Ini perumpamaan saja. Kebaikan takkan menumpuk pada satu orang saja. Semua orang akan mampu eksis. Tapi karena Batman tetap menang, maka kehidupan manja ini akan terus berlanjut. Tatanan yang setara itu hanya akan ada dalam mimpi.
Ada satu hal penting lagi yang saya pelajari dari film ini. Ternyata revolusi itu terjadi karena cinta. Indah bukan ?
Senin, 12 November 2012
KOBOI BERJAS ALMAMATER
Virus superhero koboi bukan baru-baru ini menjangkiti mahasiswa. Mahasiswa yang selalu mengamini kalau dirinya adalah central of discourse, agent of change, dan social control ternyata tak lebih hina dari seorang koboi. Datang ke satu tempat, bertindak selayaknya superhero yang membawa keselamatan bagi rakyat tertindas, menjadi idola yang dipuja-puja, dan akhirnya pergi. Mahasiswa pun begitu. Ketika ada kebijakan pemerintah yang tidak memihak rakyat kecil, mahasiswa pun datang. Mereka melakukan demonstrasi disana-sini, berteriak atas nama rakyat, ketika tuntutannya dipenuhi mereka seenaknya mengklaim kalau itu adalah keberhasilan mereka, dan akhirnya mereka diam menunggu kasus lainnya untuk tampil di depan massa.
Contohnya saja jatuhnya rezim Soeharto 1998 yang lalu. Masih sering terngiang di telinga kita kalau turunnya Soeharto adalah berkat perjuangan mahasiswa di seluruh Nusantara. Memang saat itu mahasiswa membanjiri jalanan dan berteriak-teriak mengatasnamakan rakyat. Tapi memangnya yang turun ke jalan pada saat itu hanya mahasiswa? Segala elemen masyarakat juga ikut berpartisipasi dalam perayaan pra turunnya kekuasaan Soeharto. Reformasi yang terjadi bukanlah semata-mata hasil karya mahasiswa. Mahasiswa hanyalah elemen kecil yang tergabung di dalamnya.
Pasca turunnya Soeharto, apa yang dilakukan mahasiswa? Mereka kembali ke kampus masing-masing dan diam sampai ada kasus selanjutnya. Tak ada sedikitpun bentuk pengawalan yang pasti dilakukan oleh mahasiswa. Ketika muncul kasus-kasus besar yang melibatkan petinggi-petinggi Negara, barulah mereka muncul lagi ke permukaan. Lihat saja kasus BHP dan kenaikan BBM. Mahasiswa berkoar-koar di jalan, kantor-kantor pejabat, bahkan media. Tapi coba kita lihat kasus yang sederhana yang ada disekelilingnya. Penggusuran di daerah sekitar kampus, anak-anak jalanan yang tidak sekolah, kekerasan akademik di kampus, hanya secuil mahasiswa yang ada. Mahasiswa membuat masyarakat kecil selalu mengharapkan pertolongan dari mereka dengan tidak adanya pengawalan lanjutan. Mereka tidak pernah mencerdaskan masyarakat agar mereka selalu muncul sebagai pahlawan. Tidak ada bedanya dengan para kapitalis yang selalu mereka maki itu.
Bukankah tujuan dari gerakan sosial adalah menciptakan tatanan hidup yang seimbang? Tak ada lagi kata bodoh dan pintar, miskin dan kaya, karena semua adalah sama. Dan tatanan ideal itu takkan pernah tercipta jika model pergerakannya seperti itu. Karena mahasiswa saja takkan mampu membuat perubahan. Perubahan yang sesungguhnya takkan pernah tercipta dari superhero.
Contohnya saja jatuhnya rezim Soeharto 1998 yang lalu. Masih sering terngiang di telinga kita kalau turunnya Soeharto adalah berkat perjuangan mahasiswa di seluruh Nusantara. Memang saat itu mahasiswa membanjiri jalanan dan berteriak-teriak mengatasnamakan rakyat. Tapi memangnya yang turun ke jalan pada saat itu hanya mahasiswa? Segala elemen masyarakat juga ikut berpartisipasi dalam perayaan pra turunnya kekuasaan Soeharto. Reformasi yang terjadi bukanlah semata-mata hasil karya mahasiswa. Mahasiswa hanyalah elemen kecil yang tergabung di dalamnya.
Pasca turunnya Soeharto, apa yang dilakukan mahasiswa? Mereka kembali ke kampus masing-masing dan diam sampai ada kasus selanjutnya. Tak ada sedikitpun bentuk pengawalan yang pasti dilakukan oleh mahasiswa. Ketika muncul kasus-kasus besar yang melibatkan petinggi-petinggi Negara, barulah mereka muncul lagi ke permukaan. Lihat saja kasus BHP dan kenaikan BBM. Mahasiswa berkoar-koar di jalan, kantor-kantor pejabat, bahkan media. Tapi coba kita lihat kasus yang sederhana yang ada disekelilingnya. Penggusuran di daerah sekitar kampus, anak-anak jalanan yang tidak sekolah, kekerasan akademik di kampus, hanya secuil mahasiswa yang ada. Mahasiswa membuat masyarakat kecil selalu mengharapkan pertolongan dari mereka dengan tidak adanya pengawalan lanjutan. Mereka tidak pernah mencerdaskan masyarakat agar mereka selalu muncul sebagai pahlawan. Tidak ada bedanya dengan para kapitalis yang selalu mereka maki itu.
Bukankah tujuan dari gerakan sosial adalah menciptakan tatanan hidup yang seimbang? Tak ada lagi kata bodoh dan pintar, miskin dan kaya, karena semua adalah sama. Dan tatanan ideal itu takkan pernah tercipta jika model pergerakannya seperti itu. Karena mahasiswa saja takkan mampu membuat perubahan. Perubahan yang sesungguhnya takkan pernah tercipta dari superhero.
FUN DIVE DAN TERUMBU KARANG
Terumbu karang adalah rumah yang indah bagi berbagai jenis spesies
makhluk hidup yang ada di laut. Seperti kita manusia membutuhkan rumah sebagai
tempat tinggal, begitu pula ikan dan kawan-kawannya. Waktu yang dibutuhkannya untuk
tumbuh sangatlah lama sehingga perlu adanya usaha pelestarian yang dilakukan
oleh manusia. Pelestariannya dengan cara tidak merusak ataupun mengambil sample
dengan berlebihan.
Manfaat yang dihasilkan oleh terumbu karang itu tidaklah sedikit. Mulai
dari sebagai tempat tinggal bagi ikan yang merupakan sumber penghasilan utama
bagi nelayan, juga sebagai pemecah ombak untuk mencegah terjadinya abrasi.
Terumbu karang juga merupakan salah satu makhluk hidup yang menghasilkan
oksigen. Dan beruntunglah kepulauan Nusantara ini menjadi tempat penampungan
bagi terumbu karang.
Terumbu karang yang berwarna-warni dan juga berbagai jenis biota
laut lainnya sangat menarik perhatian para fun diver. Fun dive adalah kegiatan
rekreasi yang dilakukan di bawah laut. Untuk orang yang mempunyai hobi
fotografi, kegiatan fun dive adalah pilihan tepat untuk rekreasi sambil menambah
koleksi foto.
Di satu sisi, kegiatan fun dive dapat menyebabkan kerusakan karang.
Apalagi jika orang yang menyelam itu bukanlah orang yang mempunyai pengetahuan
lebih tentang laut. Banyak para fun diver yang asal menginjak ataupun mengambil
karang di laut untuk dibawa pulang sebagai kenang-kenangan. Hal-hal seperti
inilah yang dapat merusak ekosistem yang ada di laut. Kerusakan yang terjadi
pada karang sangat fatal akibatnya. Contohnya Pulau Samalona di Makassar. Pulau
ini adalah tempat rekreasi yang lumayan diminati. Pantai yang indah, juga
keindahan bawah lautnya sangat menjual. Selain itu, lokasinya yang cukup dekat
membuat orang tidak berpikir dua kali untuk kesana. Kerusakan karang yang
terjadi disana adalah perbuatan para pengunjung yang semena-mena. Akibatnya,
pulau nan indah itu mengalami abrasi besar-besaran. Bukan tidak mungkin jika di
masa depan Pulau Samalona hanya sekedar sejarah keindahan alam yang ada di
Makassar.
Kerusakan karang dapat dicegah jika setiap orang yang ingin menyelam
dibekali pengetahuan tentang terumbu karang. Seperti pepatah yang mengatakan
tak kenal maka tak sayang, seperti itulah kita dan terumbu karang.
Jumat, 05 Oktober 2012
MALAM
Malam.
Kau gelap, hitam, sunyi, dan menyeramkan.
Bila kutatap wajahmu, hitam, kosong.
Hanya sedikit harapan yang tampak.
Malam.
Apa menariknya dirimu ?
Malam.
Aku berdiskusi di waktumu.
Aku bergaul di waktumu.
Aku menulis di waktumu.
Aku menangis pun di waktumu.
Malam.
Kuabaikan kegelapanmu.
Kuacuhkan kesunyianmu.
Aku tetap berjalan ke arah cahaya yang setitik itu.
Kau gelap, hitam, sunyi, dan menyeramkan.
Bila kutatap wajahmu, hitam, kosong.
Hanya sedikit harapan yang tampak.
Malam.
Apa menariknya dirimu ?
Malam.
Aku berdiskusi di waktumu.
Aku bergaul di waktumu.
Aku menulis di waktumu.
Aku menangis pun di waktumu.
Malam.
Kuabaikan kegelapanmu.
Kuacuhkan kesunyianmu.
Aku tetap berjalan ke arah cahaya yang setitik itu.
Surat Seorang Ibu
( curahan hati seorang ibu yang menunggu anaknya pulang ke rumah )
Anakku, apakah kau tahu kalau setiap malam aku menunggumu pulang ke rumah ?
Apakah kau tahu kalau aku khawatir memikirkanmu setiap hari ?
Apakah kau mengerti alasanku menyuruhmu mencukur rambut ?
Apakah kau juga tahu alasanku menyuruhmu berhenti merokok ?
Aku tahu, kau di luar memperjuangkan rakyat.
Aku tahu, kau adalah orang nomor satu di kampusmu.
Sikapmu terpuji, nak. Aku hargai itu.
Aku senang, kau memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Aku senang, kau bukan orang yang pragmatis.
Aku senang, kau memikirkan nasib rakyat kecil.
Aku juga senang, uang bukan segalanya bagimu.
Kau tahu, aku bangga melihatmu di TV sedang memimpin aksi demonstrasi di kantor DPR.
Aku bangga melahirkan seorang anak yang cerdas sepertimu.
Aku bangga melihat gaya hidupmu yang tidak biasa.
Aku bangga melahirkanmu,nak.
Saat pertama mendengar suara tangismu yang kuat,
aku berdoa agar kau menjadi seorang laki-laki yang kuat, cerdas, dan pantas menjadi pemimpin.
Itu terwujud saat ini, nak.
Kau laki-laki yang kuat. Semua olahraga kau kuasai.
Bukti prestasi olahraga menghiasi lemari di kamarmu.
Kau juga cerdas. Kamarmu sudah bisa menjadi sebuah perpustakaan.
Kau membeli buku-buku itu dari jatah uang jajanmu.
Melihat kondisi pergaulan anak muda sekarang, sangat tidak mudah memilih membeli buku ketimbang menghabiskan uang untuk senang-senang.
Kau pun pantas menjadi seorang pemimpin.
Kau dipercaya oleh temanmu untuk memimpin organisasimu.
Kemana pun kau pergi, orang akan menyalamimu sambil membungkuk.
Aku sangat bersyukur memiliki anak sepertimu.
Bukannya aku menyuruhmu meludahi ideologimu sendiri.
Bukannya aku memintamu tidak memperdulikan rakyat kecil.
Bukannya aku ingin kau melepaskan apa yang menjadi keyakinan dan keinginanmu.
Semua ibu ingin yang terbaik untuk anaknya.
Aku hanya ingin kau peduli dengan rakyat dan juga peduli pada keluargamu.
Pulanglah, nak.
Ibu menunggumu.
Minggu, 30 September 2012
Menulis
Kemarin saya dimintai mengajar menulis oleh temanku. Saya juga bingung bagaimana caranya mengajar menulis orang. Secara, saya bukan penulis setenar Paulo Coelho, Jostein Gaarder, atau siapa lah. Saya juga bukan pelawak yang bisa membuat orang terhipnotis dan tertawa karena isi tulisanku. Siapa lah saya ini ?
Sejauh ini, belum banyak tulisan yang bisa saya hasilkan. Itupun isinya bukan hal yang terlalu menarik. Palingan cerita-cerita yang tidak jelas. Saya teringat teman saya Meike yang pernah bilang, "Menulis itu dari hati. Nda usah rempong. Isi hatimu, tulis saja."
Teman, saya juga cuma modal isi hati buat nulis. Tidak perlu kata-kata yang hebat ataupun fantastis. Yang penting, maksudnya tersampaikan. Itu saja. Selamat nulis !
Sejauh ini, belum banyak tulisan yang bisa saya hasilkan. Itupun isinya bukan hal yang terlalu menarik. Palingan cerita-cerita yang tidak jelas. Saya teringat teman saya Meike yang pernah bilang, "Menulis itu dari hati. Nda usah rempong. Isi hatimu, tulis saja."
Teman, saya juga cuma modal isi hati buat nulis. Tidak perlu kata-kata yang hebat ataupun fantastis. Yang penting, maksudnya tersampaikan. Itu saja. Selamat nulis !
Jumat, 28 September 2012
Andai Pacarku Seorang Perempuan
Saat aku menangis, bukannya mengatakan kalau aku cengeng, tapi kau memelukku, membelai kepalaku dan berkata " sudahlah. semua ini akan lewat". Saat aku lupa waktu dalam memilih sepatu di toko, kau tidak mengatakan " ambil saja itu. aku sudah capek." dengan wajah cemberut. Tapi kau dengan sabar mengikuti langkahku dan memberiku saran sepatu apa yang cocok denganku. Saat aku lebih memilih ke salon daripada nongkrong di warung kopi, kau sama sekali tidak protes dan menungguku dengan wajah bete dan bosan. Kau malah ikut nyalon juga dan kita bergosip tentang model rambut yang bagus. Saat aku merokok, kau tidak marah dan pergi meninggalkanku. Tapi kau hanya diam, menatapku, dan berkata "jangan terlalu banyak. nanti kau sakit." Saat aku mengeluarkan argumen yang kau tak suka, kau hanya berkata " terus ? memangnya kenapa ?" dan bukannya menyuruhku diam. Yah.. Andai saja pacarku seorang perempuan.
Kamis, 27 September 2012
Tanpa Judul
"Ko nda pernah menangis ela?"
"Kenapa memangnya kak ?"
"Ndaji. Saya nda pernah lihatko nangis."
Kurang lebih seperti itulah percakapan yang terjadi antara saya dan seorang kakak di Korps beberapa hari yang lalu. Saya kaget. Tidak ada hujan ataupun badai, tiba-tiba ada yang bertanya seperti itu. Jelas saya langsung memikirkan kata-kata itu. Mungkin dia cuma iseng bertanya. Tapi jelas kalau saya terganggu dengan ucapan seperti itu. Tiba-tiba saya teringat ucapan dari kakak yang lainnya waktu kami sedang nonton film di Korps (lagi). Dia bertanya apakah saya nangis. Saya bilang, tidak. "Memang hatimu batu", begitu katanya. Saya cuma tertawa. Jujur, saya malas menanggapi hal-hal yang seperti itu.
Sekarang giliran saya yang bertanya. Memangnya untuk membuktikan kalau saya punya hati itu harus menangis ? Memangnya kalau saya mau nangis harus di depan semua orang ? Bukankah kalau saya tertawa, marah, dan merasa sedih sudah cukup membuktikan kalau saya juga punya hati ? Haruskah ?
Kalau dari segi biologis, memang saya mempunyai kadar air mata yang kurang. Makanya waktu saya memutuskan menggunakan lensa kontak sebagai pengganti kacamata, mata saya cepat merah dan harus sering di tetesi cairan pencuci lensanya ( itu juga yang jadi alasan kenapa saya berhenti menggunakan lensa kontak). Sejak kecil, saya memang bukan anak yang suka nangis ataupun merengek. Mama pernah bilang, "Enak punya anak kayak ela. Nda suka nangis atau merengek-rengek. Jadi kita enjoy bawa dia kemana-mana". Waktu berumur 4 tahun saya pernah teriris pisau gara-gara sok mau ikut memotong sayur. Saya cuma diam, dan pergi ke kamar sambil memegangi tangan saya yang berdarah. Disitu baru saya menangis sepuasnya. Ternyata mama melihat kejadian itu dan dia cuma tertawa. Masih kecil sudah sok keren. Begitu katanya. Saya suka senyum-senyum sendiri kalau ingat cerita masa kecil yang tentu saja diceritakan oleh Mama.
Siapa bilang saya tidak pernah menangis ? Hanya saja, saya tidak suka kalau air mataku dilihat sama orang. Tapi saya juga bukan orang yang sering menangis. Waktu-waktu tertentu saja. Tapi bukan berarti saya ini orang tak punya hati.
"Kenapa memangnya kak ?"
"Ndaji. Saya nda pernah lihatko nangis."
Kurang lebih seperti itulah percakapan yang terjadi antara saya dan seorang kakak di Korps beberapa hari yang lalu. Saya kaget. Tidak ada hujan ataupun badai, tiba-tiba ada yang bertanya seperti itu. Jelas saya langsung memikirkan kata-kata itu. Mungkin dia cuma iseng bertanya. Tapi jelas kalau saya terganggu dengan ucapan seperti itu. Tiba-tiba saya teringat ucapan dari kakak yang lainnya waktu kami sedang nonton film di Korps (lagi). Dia bertanya apakah saya nangis. Saya bilang, tidak. "Memang hatimu batu", begitu katanya. Saya cuma tertawa. Jujur, saya malas menanggapi hal-hal yang seperti itu.
Sekarang giliran saya yang bertanya. Memangnya untuk membuktikan kalau saya punya hati itu harus menangis ? Memangnya kalau saya mau nangis harus di depan semua orang ? Bukankah kalau saya tertawa, marah, dan merasa sedih sudah cukup membuktikan kalau saya juga punya hati ? Haruskah ?
Kalau dari segi biologis, memang saya mempunyai kadar air mata yang kurang. Makanya waktu saya memutuskan menggunakan lensa kontak sebagai pengganti kacamata, mata saya cepat merah dan harus sering di tetesi cairan pencuci lensanya ( itu juga yang jadi alasan kenapa saya berhenti menggunakan lensa kontak). Sejak kecil, saya memang bukan anak yang suka nangis ataupun merengek. Mama pernah bilang, "Enak punya anak kayak ela. Nda suka nangis atau merengek-rengek. Jadi kita enjoy bawa dia kemana-mana". Waktu berumur 4 tahun saya pernah teriris pisau gara-gara sok mau ikut memotong sayur. Saya cuma diam, dan pergi ke kamar sambil memegangi tangan saya yang berdarah. Disitu baru saya menangis sepuasnya. Ternyata mama melihat kejadian itu dan dia cuma tertawa. Masih kecil sudah sok keren. Begitu katanya. Saya suka senyum-senyum sendiri kalau ingat cerita masa kecil yang tentu saja diceritakan oleh Mama.
Siapa bilang saya tidak pernah menangis ? Hanya saja, saya tidak suka kalau air mataku dilihat sama orang. Tapi saya juga bukan orang yang sering menangis. Waktu-waktu tertentu saja. Tapi bukan berarti saya ini orang tak punya hati.
Rabu, 26 September 2012
Saya Bukan Feminis
Mungkin kalian melihat dandanan saya yang seperti laki-laki. Mungkin juga kalian melihat saya merokok. Atau mungkin kalian melihat saya turun ke jalan dan berdiskusi di kampus sampai malam. Lantas, kalian menganggap kalau saya adalah seorang feminis. Memang terkadang saya lebih suka melakukan pekerjaanku sendiri daripada meminta bantuan kalian. Memang saya senang berkeliaran kesana kemari tanpa mengenal waktu. Memang saya sering mengeluarkan statement yang menolak kalau kalian melecehkan perempuan.
Tapi apakah kalian tau kalau di rumah saya juga memasak ? Apakah kalian tahu kalau di rumah saya memperlakukan adikku layaknya seorang ibu ? Apakah kalian tau kalau saya juga sering shopping dan membaca majalah mode ? Apakah kalian tau kalau terkadang saya juga ingin menangis, bersikap manja, atau bergaya layaknya seorang perempuan ? Kalian tidak tau.
Kalian langsung saja menyebutku seorang aktivis perempuan lah, pejuang kesetaraan lah, feminis lah, dan sebutan lain yang sejenisnya. Kalian seenaknya saja menilai kalau saya tidak bisa memasak dan mengurus rumah. Memangnya kalian tau apa ?
Saya tidak pernah menilai kalian dan kami itu sama. Kita beda. Setara belum tentu harus sama kan ? Sampai hari ini, saya masih menganggap kalau seorang perempuan memang layaknya di dapur. Mengurus suami dan anak adalah sebuah kemuliaan. Bukan penindasan. Tak perlu memperbaiki genteng dan bekerja di luar untuk membuat seorang perempuan terlihat keren. Kolot ? Biar saja.
Apakah salah kalau saya ingin bisa melakukan keduanya ? Apakah salah kalau saya ingin bisa diluar dan bisa di rumah ?
Jadi, tolong berhenti mencela kalau saya ke kampus memakai rok. Tolong jangan mengejek saya tidak bisa memasak. Tolong jangan menilai saya tidak mempunyai hati dan tidak bisa menangis. Karena saya perempuan timur !
Tapi apakah kalian tau kalau di rumah saya juga memasak ? Apakah kalian tahu kalau di rumah saya memperlakukan adikku layaknya seorang ibu ? Apakah kalian tau kalau saya juga sering shopping dan membaca majalah mode ? Apakah kalian tau kalau terkadang saya juga ingin menangis, bersikap manja, atau bergaya layaknya seorang perempuan ? Kalian tidak tau.
Kalian langsung saja menyebutku seorang aktivis perempuan lah, pejuang kesetaraan lah, feminis lah, dan sebutan lain yang sejenisnya. Kalian seenaknya saja menilai kalau saya tidak bisa memasak dan mengurus rumah. Memangnya kalian tau apa ?
Saya tidak pernah menilai kalian dan kami itu sama. Kita beda. Setara belum tentu harus sama kan ? Sampai hari ini, saya masih menganggap kalau seorang perempuan memang layaknya di dapur. Mengurus suami dan anak adalah sebuah kemuliaan. Bukan penindasan. Tak perlu memperbaiki genteng dan bekerja di luar untuk membuat seorang perempuan terlihat keren. Kolot ? Biar saja.
Apakah salah kalau saya ingin bisa melakukan keduanya ? Apakah salah kalau saya ingin bisa diluar dan bisa di rumah ?
Jadi, tolong berhenti mencela kalau saya ke kampus memakai rok. Tolong jangan mengejek saya tidak bisa memasak. Tolong jangan menilai saya tidak mempunyai hati dan tidak bisa menangis. Karena saya perempuan timur !
PAGI
Matahari sudah menampakkan diri. Perlahan, cahayanya mulai menusuk mataku. Silau. Bukannya beranjak dari tempat ini, aku malah diam menikmatinya. Koridor ini sepi. Hanya mbak cleaning service yang berlalu lalang membersihkan tempat ini. Semalaman mata ini tak terpejam. Hanya menari-nari di depan layar. Tak jelas apa yang ku buat. Tak jelas juga tujuanku apa. Biarlah. Saya suka begini. Selamat pagi semesta !
DIA
Namanya Fahri. Dilihat dari segi manapun, tidak ada sedikitpun hal yang menarik darinya. Penampilannya bisa dikatakan jauh dari normal. Out of the box lah pokoknya. Dia temanku ( bedeng ). Entah hanya saya yang mengaku sebagai temannya atau dia juga menganggapku teman.
Aku mengenalnya beberapa tahun yang lalu. Entah apa yang menarikku untuk lebih akrab dengannya. Dia teman tengah malamku. Dulu, saya belum gaul dan punya banyak teman. Jadi saya suka gaul sama dia. Sekian waktu berlalu, kami mulai menjauh dan semakin jauh. Entah momen apa yang membuatku bertemu lagi dengannya. Hmm.. Tidak ada bedanya.
Kalau pikiran bodohku datang, dia selalu jadi tempat sampah yang baik. Mungkin karena mukanya mirip sampah (?) Mungkin juga karena dia memang baik. Sangat serakah kalau saya berkeinginan untuk punya pacar. Saya sudah punya dia yang selalu siap menyediakan bahunya untukku. Apa lagi yang saya cari ?
Salah seorang temanku pernah bilang, "memangnya apa sih yang kak fahri tidak tau tentang kak elaa?". Kalimat ini sempat menggangguku beberapa saat. Ya. Itu betul. Dia tau segala-galanya tentangku. Tapi saya? Memangnya saya tau segala tentang dia ? Ternyata tidak. Dia masih jauh dari jangkauanku. Kelihatannya saja kami dekat. Ternyata saya belum cukup untuk bisa menjadi temannya. Memang sih, dia juga sering bercerita tentang dirinya. Tapi, entah kenapa saya masih saja merasa belum mengenalnya sepenuhnya.
Hmm.. Selama kami berteman, belum pernah sekalipun saya dapati dia marah ke saya. Kalau saya ? Entah sudah berapa kali. Tak terhitung. Kalau ada pembagian peran, pasti dia dapat peran protagonis dan saya yang antagonisnya. Heran juga sih, kenapa dia masih tahan juga dekat-dekat sama saya. Palingan saya cuma curhat, marah, ngomel, mencela, pokoknya yang jelek-jelek lah. Tapi ada juga orang seperti dia yang tahan dan sabar menghadapi saya yang annoying ini. Untung saja saya nda pernah jatuh cinta sama ini barang satu. Bisa hancur hubungan pertemanan kami. Lagipula, nda ada alasan untuk jatuh cinta ke dia. Pokoknya dia jauh lah dari tipe cowok idaman.
Fahri, saya nda berharap kau baca tulisan ini. Sesekali lah, saya curhat sama blog dan bukan sama kau. Saya sayangko. Tetapko jadi temanku nah ?
Aku mengenalnya beberapa tahun yang lalu. Entah apa yang menarikku untuk lebih akrab dengannya. Dia teman tengah malamku. Dulu, saya belum gaul dan punya banyak teman. Jadi saya suka gaul sama dia. Sekian waktu berlalu, kami mulai menjauh dan semakin jauh. Entah momen apa yang membuatku bertemu lagi dengannya. Hmm.. Tidak ada bedanya.
Kalau pikiran bodohku datang, dia selalu jadi tempat sampah yang baik. Mungkin karena mukanya mirip sampah (?) Mungkin juga karena dia memang baik. Sangat serakah kalau saya berkeinginan untuk punya pacar. Saya sudah punya dia yang selalu siap menyediakan bahunya untukku. Apa lagi yang saya cari ?
Salah seorang temanku pernah bilang, "memangnya apa sih yang kak fahri tidak tau tentang kak elaa?". Kalimat ini sempat menggangguku beberapa saat. Ya. Itu betul. Dia tau segala-galanya tentangku. Tapi saya? Memangnya saya tau segala tentang dia ? Ternyata tidak. Dia masih jauh dari jangkauanku. Kelihatannya saja kami dekat. Ternyata saya belum cukup untuk bisa menjadi temannya. Memang sih, dia juga sering bercerita tentang dirinya. Tapi, entah kenapa saya masih saja merasa belum mengenalnya sepenuhnya.
Hmm.. Selama kami berteman, belum pernah sekalipun saya dapati dia marah ke saya. Kalau saya ? Entah sudah berapa kali. Tak terhitung. Kalau ada pembagian peran, pasti dia dapat peran protagonis dan saya yang antagonisnya. Heran juga sih, kenapa dia masih tahan juga dekat-dekat sama saya. Palingan saya cuma curhat, marah, ngomel, mencela, pokoknya yang jelek-jelek lah. Tapi ada juga orang seperti dia yang tahan dan sabar menghadapi saya yang annoying ini. Untung saja saya nda pernah jatuh cinta sama ini barang satu. Bisa hancur hubungan pertemanan kami. Lagipula, nda ada alasan untuk jatuh cinta ke dia. Pokoknya dia jauh lah dari tipe cowok idaman.
Fahri, saya nda berharap kau baca tulisan ini. Sesekali lah, saya curhat sama blog dan bukan sama kau. Saya sayangko. Tetapko jadi temanku nah ?
Jumat, 03 Agustus 2012
Masih dari Eleven Minutes
Kutipan Cerita dari Eleven Minutes-Paulo Coelho ( dongeng favorit )
Dari catatan harian Maria.
Alisah, dulu ada seorang burung jantan yang tampan. Dia punya sepasang sayap yang indah dan tubuhnya berhias bulu beraneka warna yang halus mengkilat. Pendeknya, dia diciptakan untuk terbang bebas di langit biru dan memberi rasa bahagia pada semua makhluk yang memandanginya.
Pada suatu hari, seorang perempuan melihat burung itu dan langsung jatuh hati padanya. Mulutnya menganga penuh kekaguman saat memandangi burung itu terbang membelah langit, jantungnya berdegup kencang, matanya berbinar-binar penuh harap. Dia meminta burung itu membawanya terbang, dan keduanya menari dengan serasi di angkasa. Dia sungguh mengagumi dan memuja burung itu.
Sempat terlintas dalam benak perempuan itu : Mungkin burung itu ingin berkelana ke puncak-puncak gunung yang jauh ! Seketika hatinya risau dan cemas, khawatir hatinya jatuh cinta pada burung lain. Dan ia sungguh iri, mengapa ia tak bisa terbang bebas sebagaimana burung pujaannya itu.
Dan dia merasa kesepian.
Lalu dia berpikir : "Akan kubuat sebuah jebakan. Jika burung itu muncul lagi, dia akan terjebak dan tak bisa pergi lagi."
Si burung yang ternyata juga jatuh cinta pada perempuan itu datang keesokan harinya, terpikat masuk ke dalam jebakan, dan akhirnya dikurung oleh perempuan itu.
Dengan puas hati perempuan itu memandangi burung pujaannya setiap hari. Akhirnya dia mendapatkan objek tempat dia menumpahkan segala luapan nafsunya, dan tak lupa dia memamerkan burung itu kepada teman-temannya yang tak henti-hentinya memuji : "Kini kau telah mendapatkan segala sesuatu yang kau inginkan."
Namun kini telah terjadi perubahan yang aneh : karena burung itu telah mutlak dikuasainya dan dia tidak perlu merayu dan memikatnya lagi, akhirnya dia tak lagi tertarik kepadanya. Dan si burung yang tak kuasa terbang dan mengungkapkan makna hidupnya yang sejati mulai merana. Bulunya yang indah mengkilat berubah kusam, dan makhluk yang penuh pesona itu berubah menjadi buruk rupa, dan perempuan itu semakin lama semakin tak menghiraukan dia, kecuali memberi makan dan minum serta membersihkan kandangnya.
Pada suatu hari burung yang merana itu mati. Perempuan itu sangat bersedih, dan setiap hari menghabiskan waktunya untuk mengenang si burung. Tapi dia tak lagi hirau pada kandang burung itu, dia hanya teringat saat pertama kali melihat si burung mengepakkan sayapnya dengan penuh keyakinan diri di sela-sela awan.
Seandainya dia bisa bercermin pada kalbunya yang paling dalam, dia insaf bahwa pesona terbesar makhluk berbulu itu adalah kebebasannya, keperkasaan kepak sayapnya, dan bukan sosoknya yang rupawan.
Tanpa kehadiran burung itu, hidupnya berubah hampa dan sepi makna, hingga suatu saat datang Maut menjemputnya. " Mengapa kau datang kemari ?" tanya perempuan itu. "Kujelang dirimu agar kau dapat kembali terbang bersamanya ke langit," jawab Maut. "Kalau saja dulu kau biarkan dia bebas datang dan pergi, tentu akan semakin besar cinta dan kekagumanmu padanya. Dan aku tak perlu datang untuk membawamu kepadanya."
Pada suatu hari burung yang merana itu mati. Perempuan itu sangat bersedih, dan setiap hari menghabiskan waktunya untuk mengenang si burung. Tapi dia tak lagi hirau pada kandang burung itu, dia hanya teringat saat pertama kali melihat si burung mengepakkan sayapnya dengan penuh keyakinan diri di sela-sela awan.
Seandainya dia bisa bercermin pada kalbunya yang paling dalam, dia insaf bahwa pesona terbesar makhluk berbulu itu adalah kebebasannya, keperkasaan kepak sayapnya, dan bukan sosoknya yang rupawan.
Tanpa kehadiran burung itu, hidupnya berubah hampa dan sepi makna, hingga suatu saat datang Maut menjemputnya. " Mengapa kau datang kemari ?" tanya perempuan itu. "Kujelang dirimu agar kau dapat kembali terbang bersamanya ke langit," jawab Maut. "Kalau saja dulu kau biarkan dia bebas datang dan pergi, tentu akan semakin besar cinta dan kekagumanmu padanya. Dan aku tak perlu datang untuk membawamu kepadanya."
Sedikit tentang Eleven Minutes
Judul: Eleven Minutes
Pengarang: Paulo Coelho
Tebal: 357 halaman
Tahun Terbit: 2007 (Cetakan keempat: 2011)
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
“Hidup adalah permainan yang berdesing cepat memabukkan; hidup adalah perjuangan terjun dengan parasut; berani mengambil risiko, jatuh dan bangkit kembali; berani mendaki hingga ke puncak; punya keinginan untuk memaksimalkan diri, bisa merasa marah dan tidak puas saat kau gagal melakukannya”
Buku ini bercerita tenang seorang gadis yang bernama Maria. Seorang pria yang ditemuinya secara kebetulan berjanji akan mejadikannya seorang aktris terkenal. Ternyata, janji itu hanya kosong belaka. Pada akhirnya dia harus menjadi pelacur untuk bertahan hidup. Tapi Maria bukan seorang perempuan yang optimis. Semakin lama, karirnya sebagai pelacur semakin menanjak. Dia menjadi salah satu pelacur terpopuler.
Berbagai macam model laki-laki sudah dia temui. Dengan pengalamannya inilah menjadikan dia semakin cerdas dan dewasa meskipun harus menjauhkannya dari cinta sejati. Namun ketika seorang pelukis muda mulai masuk dalam hidupnya, prinsip dalam hidupnya pun diuji. Dia harus memilih antara cintanya ataukah tetap diam dalam kehidupan gelapnya. Seks yang awalnya hanya sebagai penyatuan fisik akhirnya menjadi sakral dengan menyatunya dua jiwa.
Akhir cerita ini sebenarnya membuat saya sangat kecewa. Hampir tidak ada bedanya dengan drama-drama hollywood. Saya lebih tertarik membaca petualangan Maria mulai dari merantau di Swiss sebagai pelacur lepas, hingga menjadi primadona di dunianya. Dari seorang gadis polos yang tak mampu mengungkapkan rasa suka terhadap teman masa kecilnya, hingga menjadi seorang perempuan yang tak hanya cantik namun juga cerdas.
Buku ini sangat berani menggambarkan dunia prostitusi yang menurut kita sangat tabu ataupun terlarang. Dengan rapi, penulis mengiring kita untuk melihat sisi lainnya yang tak tampak dari luar. Inilah yang membuat saya menjadikan buku ini sebagai salah satu terfavorit saya. Meski dengan akhir cerita yang mengecewakan, perjalanan hidup perempuan Maria ini sangat cocok untuk dijadikan dongeng sebelum tidur. Selamat membaca !
Kamis, 02 Agustus 2012
SENDIRI
dulu aku bagianmu kawan
namun kini tidak lagi
entah kau atau aku yang menjauh
kau ada disampingku
namun terasa tak ada
aku hanya tunduk, diam dan membisu
kucoba menggapaimu
mencoba menimbun jurang yang ada
tapi kau menggalinya kembali
dan jurang itu semakin lebar
kau semakin jauh bersamanya
dan hanya aku sendiri disni
imajinasiku menyeretku
ingin ku kejar
ingin ku gapai
namun,, tubuh ini terus terpaku
kucoba menikmati kesendirian ini
membunuh segala imajinasiku
dan akhirnya, aku tetap sendiri..
Selasa, 19 Juni 2012
Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis
Jenis buku : Novel roman spiritual
Judul Asli : Na margem do Rio piedra eu sentei e chorei
Pengarang : Paulo Coelho
Alih bahasa : Rosi L Simamora
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
“cinta adalah perangkap. Ketika ia muncul, kita hanya melihat cahayanya, bukan sisi gelapnya”.
Begitulah yang semula dipercaya pilar. Tapi apa yang terjadi ketika ia bertemu dengan kekasihnya setelah sebelas tahun berpisah? Waktu menjadikan pilar wanita yang tegar dan mandiri, sedang cinta pertamanya menjelma menjadi pemimpin yang tampan dan karismatik. Pilar telah belajar mengendalikan perasaan-perasaannya dengan sangat baik, sementara kekasihnya memilih religi sebagai pelarian bagi konflik-konflik batinnya. Kini mereka bertemu kembali dan memutuskan melakukan perjalanan bersama-sama. Perjalanan itu tidak mudah, sebab dipenuhi sikap menyalahkan dan penolakan yang muncul kembali setelah lebih dari sepuluh tahun terkubur dalam-dalam di hati mereka. Dan akhirnya, di tepi sungai Piedra, cinta mereka sekali lagi dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan terpenting yang bisa disodorkan kehidupan”
Paulo Coelho adalah salah satu penulis favorit saya. Novel ini adalah salah satu karyanya. Saya selalu senang membaca karya-karya yang dihasilkannya. Temanya memang sederhana. Cinta. Tapi yang dibahas di dalamnya sangatlah luas.
Dalam novel ini, dibahas bagaimana perjalanan dua orang yang sedang dimabuk cinta. Tapi berbagai macam persoalan menghadang. Juga bagaimana penulis menggambarkan sosok Sang Bunda sebagai sisi feminin dari Tuhan. Sangat manis. Rasa cinta kasih adalah salah satu sisi feminin dari Tuhan. Selama ini, sisi maskulin dari Tuhanlah yang sering disinggung oleh pemuka agama. Seperti sifat maha kuasa, maha besar, dll. Dan sisi feminin dari Tuhan sangat jarang disinggung. Padahal, sehari-hari kita sangat dekat dengan sisi yang satu ini.
Kata-kata yang sangat sastrawi sering muncul dalam karya ini. Sehingga sangat rawan kesalahpahaman jika tidak dicernai dengan baik. Namun tetap saja konfliknya yang sangat tidak biasa membuat kita tidak ingin berhenti untuk membalik halamannya. Bagaimana Pilar harus memilih antara mengikat kekasihnya atau membiarkannya bebas mengejar takdirnya sebagai orang yang dipanggil oleh Sang Bunda. Disini juga bisa dilihat bahwa terkadang wujud cinta tidak mesti ada ikatan khusus melainkan membiarkan sang kekasih hati mengejar takdirnya. Ada cinta, ada konflik, dan ada takdir.
Penulis mampu memainkan kata-kata yang membawa kita ke alam imajinasi terliar kita. Dan buku ini bisa menjadi teman malam yang baik. Selamat membaca !
Judul Asli : Na margem do Rio piedra eu sentei e chorei
Pengarang : Paulo Coelho
Alih bahasa : Rosi L Simamora
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
“cinta adalah perangkap. Ketika ia muncul, kita hanya melihat cahayanya, bukan sisi gelapnya”.
Begitulah yang semula dipercaya pilar. Tapi apa yang terjadi ketika ia bertemu dengan kekasihnya setelah sebelas tahun berpisah? Waktu menjadikan pilar wanita yang tegar dan mandiri, sedang cinta pertamanya menjelma menjadi pemimpin yang tampan dan karismatik. Pilar telah belajar mengendalikan perasaan-perasaannya dengan sangat baik, sementara kekasihnya memilih religi sebagai pelarian bagi konflik-konflik batinnya. Kini mereka bertemu kembali dan memutuskan melakukan perjalanan bersama-sama. Perjalanan itu tidak mudah, sebab dipenuhi sikap menyalahkan dan penolakan yang muncul kembali setelah lebih dari sepuluh tahun terkubur dalam-dalam di hati mereka. Dan akhirnya, di tepi sungai Piedra, cinta mereka sekali lagi dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan terpenting yang bisa disodorkan kehidupan”
Paulo Coelho adalah salah satu penulis favorit saya. Novel ini adalah salah satu karyanya. Saya selalu senang membaca karya-karya yang dihasilkannya. Temanya memang sederhana. Cinta. Tapi yang dibahas di dalamnya sangatlah luas.
Dalam novel ini, dibahas bagaimana perjalanan dua orang yang sedang dimabuk cinta. Tapi berbagai macam persoalan menghadang. Juga bagaimana penulis menggambarkan sosok Sang Bunda sebagai sisi feminin dari Tuhan. Sangat manis. Rasa cinta kasih adalah salah satu sisi feminin dari Tuhan. Selama ini, sisi maskulin dari Tuhanlah yang sering disinggung oleh pemuka agama. Seperti sifat maha kuasa, maha besar, dll. Dan sisi feminin dari Tuhan sangat jarang disinggung. Padahal, sehari-hari kita sangat dekat dengan sisi yang satu ini.
Kata-kata yang sangat sastrawi sering muncul dalam karya ini. Sehingga sangat rawan kesalahpahaman jika tidak dicernai dengan baik. Namun tetap saja konfliknya yang sangat tidak biasa membuat kita tidak ingin berhenti untuk membalik halamannya. Bagaimana Pilar harus memilih antara mengikat kekasihnya atau membiarkannya bebas mengejar takdirnya sebagai orang yang dipanggil oleh Sang Bunda. Disini juga bisa dilihat bahwa terkadang wujud cinta tidak mesti ada ikatan khusus melainkan membiarkan sang kekasih hati mengejar takdirnya. Ada cinta, ada konflik, dan ada takdir.
Penulis mampu memainkan kata-kata yang membawa kita ke alam imajinasi terliar kita. Dan buku ini bisa menjadi teman malam yang baik. Selamat membaca !
MIMPI
Aku benci mimpi. Kebohongan demi kebohongan dipamerkan dalam mimpi. Membuat orang masuk dalam zona nyaman. Mimpi sesuatu yang mudah dan gratis pula. Tapi mimpi adalah mimpi. Bukan realitas. Sesuatu yang terasa sangat dekat dan indah namun itu semua tak nyata. Karena itu, aku benci mimpi. Sekali lagi, aku benci mimpi.
Kehidupan nyata itu jahat. Bulshit semua omongan motivator yang mengatakan hidup ini indah sejak awal. Semua keindahan hanya bisa didapatkan dengan keringat, rasa sakit, bahkan darah. Tidak serta merta karunia. Mimpi dapat membuat orang larut di dalamnya. Membuat orang melupakan realitas yang jelas-jelas ada di depan mata. Aku tidak ingin bermimpi. Makanya, aku meminimalisir waktu tidurku agar mimpi tidak datang menghantui hidupku. Aneh ? Memang. Tapi itulah aku. Salahkah ?
Aku punya teman yang setia menemaniku melewati malam panjang. Buku, kopi, dan rokok. Bersama mereka aku melalui detik demi detik kesunyian malam. Menjelang pagi baru aku memejamkan mata. Tidak pernah lama. Hanya sekedar untuk menghilangkan rasa kantuk. Dan ketika sang surya mulai beraksi memamerkan kegagahannya, aku akan bangun dan menjalani hidup seperti biasanya.
“ Boleh aku duduk disini ?” terdengar suara merdu di telingaku. Aku menoleh kearah datangnya suara itu. Wajah seorang bidadari yang tersenyum manis tampak dengan jelas dihadapanku. Aku hanya mengangguk perlahan dan kembali menatap buku di hadapanku. Tapi wajah cantik itu sangat mengganggu pikiranku. Aku tak dapat kembali fokus pada bacaan yang sedari tadi ku tekuni. Selama aku hidup, baru kali ini aku melihat senyum yang semanis itu. Aku memberanikan diriku untuk mengangkat wajahku dan menoleh ke arahnya. Tapi dia sudah pergi. Entah kemana. Aku seperti orang linglung. Aku bangkit berdiri dan berlari ke manapun kaki ku membawaku. Aku mencari, mencari, dan terus mencari. Tapi aku tak menemukannya. Samar pun tidak.
Aku terbangun. Mimpi itu sungguh menyakitkan. Sudah sebulan ini mimpi yang sama terus menghantuiku. Aku tak mengenal siapa dia. Bertemu sekilas pun rasanya tak pernah. Tapi kenapa dia terus ada dalam mimpiku ? Menjengkelkan ! Memikirkannya saja sudah membuatku malas. Aku bangkit dari tempat tidur bersiap-siap pergi ke kampus. Final pagi ini lebih pantas dipikirkan daripada mimpi brengsek itu.
Kepalaku pening sekali. Soal ujian final tadi membuatku setengah gila. Kupacu motor kesayanganku menuju danau buatan di lingkungan kampus. Lebih baik aku membaca buku disini agar pikiranku sedikit tenang. Membaca di tempat sepi benar-benar hiburan yang terbaik.
“ Boleh aku duduk disini ? “ Itu suara yang sangat akrab ditelingaku. Setengah terperanjat, aku pun menoleh dan mendapati wajah bidadari tersenyum padaku.
Kehidupan nyata itu jahat. Bulshit semua omongan motivator yang mengatakan hidup ini indah sejak awal. Semua keindahan hanya bisa didapatkan dengan keringat, rasa sakit, bahkan darah. Tidak serta merta karunia. Mimpi dapat membuat orang larut di dalamnya. Membuat orang melupakan realitas yang jelas-jelas ada di depan mata. Aku tidak ingin bermimpi. Makanya, aku meminimalisir waktu tidurku agar mimpi tidak datang menghantui hidupku. Aneh ? Memang. Tapi itulah aku. Salahkah ?
Aku punya teman yang setia menemaniku melewati malam panjang. Buku, kopi, dan rokok. Bersama mereka aku melalui detik demi detik kesunyian malam. Menjelang pagi baru aku memejamkan mata. Tidak pernah lama. Hanya sekedar untuk menghilangkan rasa kantuk. Dan ketika sang surya mulai beraksi memamerkan kegagahannya, aku akan bangun dan menjalani hidup seperti biasanya.
“ Boleh aku duduk disini ?” terdengar suara merdu di telingaku. Aku menoleh kearah datangnya suara itu. Wajah seorang bidadari yang tersenyum manis tampak dengan jelas dihadapanku. Aku hanya mengangguk perlahan dan kembali menatap buku di hadapanku. Tapi wajah cantik itu sangat mengganggu pikiranku. Aku tak dapat kembali fokus pada bacaan yang sedari tadi ku tekuni. Selama aku hidup, baru kali ini aku melihat senyum yang semanis itu. Aku memberanikan diriku untuk mengangkat wajahku dan menoleh ke arahnya. Tapi dia sudah pergi. Entah kemana. Aku seperti orang linglung. Aku bangkit berdiri dan berlari ke manapun kaki ku membawaku. Aku mencari, mencari, dan terus mencari. Tapi aku tak menemukannya. Samar pun tidak.
Aku terbangun. Mimpi itu sungguh menyakitkan. Sudah sebulan ini mimpi yang sama terus menghantuiku. Aku tak mengenal siapa dia. Bertemu sekilas pun rasanya tak pernah. Tapi kenapa dia terus ada dalam mimpiku ? Menjengkelkan ! Memikirkannya saja sudah membuatku malas. Aku bangkit dari tempat tidur bersiap-siap pergi ke kampus. Final pagi ini lebih pantas dipikirkan daripada mimpi brengsek itu.
Kepalaku pening sekali. Soal ujian final tadi membuatku setengah gila. Kupacu motor kesayanganku menuju danau buatan di lingkungan kampus. Lebih baik aku membaca buku disini agar pikiranku sedikit tenang. Membaca di tempat sepi benar-benar hiburan yang terbaik.
“ Boleh aku duduk disini ? “ Itu suara yang sangat akrab ditelingaku. Setengah terperanjat, aku pun menoleh dan mendapati wajah bidadari tersenyum padaku.
MAAF ! KARENA KAU TEMANKU
Maafkan aku karena aku senang melihat wajahmu yang sedang tidur. Aku senang melihat caramu berjalan. Tegap, pasti, tanpa ragu. Aku suka melihat wajahmu. Caramu menatap, tertawa, marah, dan sedih. Aku suka caramu berpakaian yang sedikit urakan. Saat kau memakai kaos yang sedikit longgar, dan celana jins yang robek di bagian lututnya. Aku suka semua yang ada padamu. Setiap momentku denganmu akan tetap terekam di otakku. Aku tak pernah lupa caramu menggangguku. Juga gaya bicaramu yang kasar yang sering membuatku tersinggung. Tapi beberapa saat kemudian kau datang padaku dengan penuh penyesalan. Bagaimana aku bisa marah kalau kau seperti itu ? Kau menjengkelkan. Sangat menjengkelkan. Tapi itulah yang membuatmu manis. Maafkan aku. Karena kau temanku.
Aku bukan orang yang mampu menyimpan persoalan sendiri. Aku sangat senang bisa membaginya denganmu. Kau dewasa dalam berpikir. Kau tidak pernah menarik kata-katamu kembali. Kritik dan saranmu tak pernah kuanggap angin lalu. Aku juga ingin kaupun membagi keluh kesahmu denganku. Aku ingin aku ada artinya untukmu. Meski kadang kau cuek kepadaku, meski kau pernah membuatku menangis, takkan pernah menjadi masalah. Itulah dirimu.
Orang lain selalu menganggapku perempuan yang tangguh, mandiri, dan mampu melakukan apa saja. Itu membuatku selalu menjaga harga diriku. Rasa gengsi ini membuatku terus terpacu untuk selalu menjadi lebih, lebih , dan lebih lagi. Aku harus bisa melakukan apa saja. Meski kadang semua itu sudah lebih dari batas kemampuanku, aku akan memaksa. Aku memaksakan diriku menjadi apa yang selama ini orang anggap mengenai diriku. Ego ini membuatku memakai topeng yang takkan mampu untuk kulepaskan. Aku selalu mencela orang yang lemah. Itu hanya pembenaranku karena aku tak mampu menunjukkan diriku yang sebenarnya dan terus larut dalam kepura-puraan ini. Aku benci diriku.
Tapi kau berbeda. Di depanmu, harga diriku terinjak-injak. Egoku hanyalah sampah. Semua itu luntur ketika berhadapan denganmu. Aku tak mampu menyembunyikan semua ketakutanku, kekhawatiranku, dan ketidakmampuanku. Jika aku menampakkan kesombonganku, hanya akan membuat diriku terlihat lebih bodoh dari keledai. Kaulah sosok lelaki yang selalu kudambakan. Kaulah sosok teman yang aku inginkan.Di hatiku, kaulah yang menjadi super hero. Dan sepertinya akan tetap seperti itu. Tapi kau tak juga mengerti itu.
Mungkin kau kadang merasa muak padaku. Asal aku ada masalah, aku pasti mencarimu. Seakan-akan kau harus selalu ada untukku. Apakah kau tahu kalau itu semua hanya alasan untuk bisa bertemu denganmu ?
Entah sudah berapa lama aku mengenalmu. Waktu yang kita lalui bersama tidaklah singkat. Tapi aku tidak pernah merasa betul-betul mengenalmu. Kau ada di sampingku tapi kita seakan terpisahkan oleh lautan. Kau jauh disana dan aku hanya mampu memandangmu. Aku tak mampu menggapaimu.
Tahukah kau kalau hatiku sakit ? Aku melihatmu dengannya. Aku melihat bagaimana kau memperlakukannya bak seorang ratu. Kau selalu berusaha melakukan yang terbaik untuknya. Sejak awal kau sudah ingin berkomitmen dengannya. Aku iri. Iri padanya. Dia memang masa lalumu. Mungkin betapa bodohnya aku di matamu karena iri pada masa lalu orang lain. Tapi aku tak bisa mengusir itu dari kepalaku. Karena aku ingin. Aku ingin komitmen itu tapi kau tak pernah ingin memberikannya. Apakah aku harus menjadi dia ? Aku tak bisa. Dia terlalu indah. Dia pantas. Tapi aku tidak. Dan kau sadar itu.
Tak perlu kau selalu ada di dekatku. Aku hanya ingin kepastian kalau akupun berarti untukmu. Tapi tak masalah. Mungkin itu sudah cukup untukku. Maafkan aku yang menyimpan rasa ini padamu. Karena kau temanku.
Aku bukan orang yang mampu menyimpan persoalan sendiri. Aku sangat senang bisa membaginya denganmu. Kau dewasa dalam berpikir. Kau tidak pernah menarik kata-katamu kembali. Kritik dan saranmu tak pernah kuanggap angin lalu. Aku juga ingin kaupun membagi keluh kesahmu denganku. Aku ingin aku ada artinya untukmu. Meski kadang kau cuek kepadaku, meski kau pernah membuatku menangis, takkan pernah menjadi masalah. Itulah dirimu.
Orang lain selalu menganggapku perempuan yang tangguh, mandiri, dan mampu melakukan apa saja. Itu membuatku selalu menjaga harga diriku. Rasa gengsi ini membuatku terus terpacu untuk selalu menjadi lebih, lebih , dan lebih lagi. Aku harus bisa melakukan apa saja. Meski kadang semua itu sudah lebih dari batas kemampuanku, aku akan memaksa. Aku memaksakan diriku menjadi apa yang selama ini orang anggap mengenai diriku. Ego ini membuatku memakai topeng yang takkan mampu untuk kulepaskan. Aku selalu mencela orang yang lemah. Itu hanya pembenaranku karena aku tak mampu menunjukkan diriku yang sebenarnya dan terus larut dalam kepura-puraan ini. Aku benci diriku.
Tapi kau berbeda. Di depanmu, harga diriku terinjak-injak. Egoku hanyalah sampah. Semua itu luntur ketika berhadapan denganmu. Aku tak mampu menyembunyikan semua ketakutanku, kekhawatiranku, dan ketidakmampuanku. Jika aku menampakkan kesombonganku, hanya akan membuat diriku terlihat lebih bodoh dari keledai. Kaulah sosok lelaki yang selalu kudambakan. Kaulah sosok teman yang aku inginkan.Di hatiku, kaulah yang menjadi super hero. Dan sepertinya akan tetap seperti itu. Tapi kau tak juga mengerti itu.
Mungkin kau kadang merasa muak padaku. Asal aku ada masalah, aku pasti mencarimu. Seakan-akan kau harus selalu ada untukku. Apakah kau tahu kalau itu semua hanya alasan untuk bisa bertemu denganmu ?
Entah sudah berapa lama aku mengenalmu. Waktu yang kita lalui bersama tidaklah singkat. Tapi aku tidak pernah merasa betul-betul mengenalmu. Kau ada di sampingku tapi kita seakan terpisahkan oleh lautan. Kau jauh disana dan aku hanya mampu memandangmu. Aku tak mampu menggapaimu.
Tahukah kau kalau hatiku sakit ? Aku melihatmu dengannya. Aku melihat bagaimana kau memperlakukannya bak seorang ratu. Kau selalu berusaha melakukan yang terbaik untuknya. Sejak awal kau sudah ingin berkomitmen dengannya. Aku iri. Iri padanya. Dia memang masa lalumu. Mungkin betapa bodohnya aku di matamu karena iri pada masa lalu orang lain. Tapi aku tak bisa mengusir itu dari kepalaku. Karena aku ingin. Aku ingin komitmen itu tapi kau tak pernah ingin memberikannya. Apakah aku harus menjadi dia ? Aku tak bisa. Dia terlalu indah. Dia pantas. Tapi aku tidak. Dan kau sadar itu.
Tak perlu kau selalu ada di dekatku. Aku hanya ingin kepastian kalau akupun berarti untukmu. Tapi tak masalah. Mungkin itu sudah cukup untukku. Maafkan aku yang menyimpan rasa ini padamu. Karena kau temanku.
Senin, 18 Juni 2012
DIA !
Kupejamkan mataku. Terasa dinginnya malam menusuk kulitku. Suara debur ombak mendominasi ruang dengarku. Sunyi. Sepi. Tanpa manusia, hanya alam yang berbicara. Terbayang wajah perempuan itu. Matanya yang bersinar bagai berlian, senyum sinisnya, kulitnya yang kecoklatan karena terbakar matahari, dan semua tentang dia. Orang bilang, dia biasa saja. Tapi untukku, dia yang tercantik.
Setahun sudah aku tak bertemu dengannya. Entah dimana dia sekarang. Sudah kucari kemana-mana. Rindu, sakit hati, dan penyesalan selalu datang silih berganti. Kuhisap rokokku dalam-dalam. Kunikmati asap yang masuk ke dalam paru-paruku. Seakan asap inilah yang mampu mengisi ruang kosong dalam hatiku. Aku ingin bertemu. Segala cara sudah kutempuh untuk mencarinya. Nihil. Masih hidupkah ? Sedang apa ? Segudang pertanyaan mengganggu pikiranku.
Aku mengenalnya dua tahun yang lalu. Dia juniorku di kampus. Sekilas, tak ada yang menarik. Tak ada sesuatu yang membuat ingin meliriknya. Tapi, ada yang sedikit berbeda. Dibalik wajahnya yang sinis, cara bicaranya yang cenderung kasar, ada sesuatu yang tak bisa kutebak. Ada sesuatu yang membuatku tertarik ingin memasuki dunianya lebih dalam lagi. Apa ? Hingga saat inipun aku tak tahu.
Sekian waktu berlalu, aku mulai mengenalnya. Lebih lagi, aku bisa akrab dengannya. Tapi, apa yang aku cari tak juga kudapatkan. Dia matahariku. Panas, menyengat. Untuk dilihat saja susah, apalagi diraih. Tapi, tanpa matahari, bumi akan layu, gelap, tak hidup. Akhirnya kunikmati saja saatku bersamanya.
Kuambil sebatang lagi rokokku. Kubakar dan kembali kuhisap dalam-dalam. Kulihat rokok di tanganku ini. Teringat lagi raut wajahnya saat menyuruhku berhenti merokok. "Nanti cepat mati", katanya. Yah, akulah rokok ini. Dibakar, dihisap, dinikmati manisnya, lalu dibuang dan diinjak-injak orang.
Setahun sudah aku tak bertemu dengannya. Entah dimana dia sekarang. Sudah kucari kemana-mana. Rindu, sakit hati, dan penyesalan selalu datang silih berganti. Kuhisap rokokku dalam-dalam. Kunikmati asap yang masuk ke dalam paru-paruku. Seakan asap inilah yang mampu mengisi ruang kosong dalam hatiku. Aku ingin bertemu. Segala cara sudah kutempuh untuk mencarinya. Nihil. Masih hidupkah ? Sedang apa ? Segudang pertanyaan mengganggu pikiranku.
Aku mengenalnya dua tahun yang lalu. Dia juniorku di kampus. Sekilas, tak ada yang menarik. Tak ada sesuatu yang membuat ingin meliriknya. Tapi, ada yang sedikit berbeda. Dibalik wajahnya yang sinis, cara bicaranya yang cenderung kasar, ada sesuatu yang tak bisa kutebak. Ada sesuatu yang membuatku tertarik ingin memasuki dunianya lebih dalam lagi. Apa ? Hingga saat inipun aku tak tahu.
Sekian waktu berlalu, aku mulai mengenalnya. Lebih lagi, aku bisa akrab dengannya. Tapi, apa yang aku cari tak juga kudapatkan. Dia matahariku. Panas, menyengat. Untuk dilihat saja susah, apalagi diraih. Tapi, tanpa matahari, bumi akan layu, gelap, tak hidup. Akhirnya kunikmati saja saatku bersamanya.
Kuambil sebatang lagi rokokku. Kubakar dan kembali kuhisap dalam-dalam. Kulihat rokok di tanganku ini. Teringat lagi raut wajahnya saat menyuruhku berhenti merokok. "Nanti cepat mati", katanya. Yah, akulah rokok ini. Dibakar, dihisap, dinikmati manisnya, lalu dibuang dan diinjak-injak orang.
Minggu, 17 Juni 2012
Pallas Athena
Sampai hari ini, saya masih tergila-gila pada Mitologi Yunani. Semua itu memang hanya dongeng. Dan saya adalah pembaca dongeng yang setia. Terutama jika ada tokoh perempuan yang kuat dan perkasa. Tapi bukan berarti saya ini pengikut paham feminisme. Hanya suka saja.
Pallas Athena adalah tokoh yang paling saya kagumi. Mulai dari proses kelahirannya yang tidak biasa, sampai karakter dan kemampuannya. Dia adalah dewi kebujaksanaan dan keterampilan rumah tangga. Menyusun strategi perang dan menenun adalah keahliannya. Tidak ada lagi putra ataupun putri Zeus yang lebih disayangi daripada Athena.
Bagaimana saya tak kagum ? Perempuan ini adalah seorang kesatria perang, tidak suka anak-anak, tapi tak ada yang mengalahkan keindahan kain hasil tenunannya. Sisi maskulin sempurna tanpa harus meninggalkan sisi feminim meski dengan cara yang berbeda dengan dewi-dewi lainnya. Athena adalah salah satu dari 3 dewi yang tercantik, juga salah satu dari dewi perawan. Karena itulah, dia mengutuk salah satu pendetanya yang berhubungan dengan Poseidon menjadi Medusa. Kejam ? Memang. Tapi sangat indah..
Athena selalu bertentangan dengan Poseidon, sang penguasa lautan. Jika terjadi peperangan, mereka selalu ada di pihak yang berbeda. Seperti pada perang Troya, Poseidon memihak pada pasukan Troya dan Athena pada pasukan Yunani. Tapi sudah jelas. Kemenangan akan selalu ada di pihak yang didukung oleh Athena. Mereka juga memperebutkan salah satu kota. Dan, tentu saja Athena yang menang. Hingga saat ini kota itu masih menggunakan nama Sang Dewi Perkasa itu. Memang ini hanya mitos. Tak ada dewa ataupun dewi. Tapi, sosok Athena ini sangat memukau dan pantas untuk diidolakan.
Mengapa saya memilih Athena ? Mengapa bukan Aprodithe, Hera, Artemis, ataupun dewi yang lain ? Saya selalu mengidolakan sosok perempuan yang kuat. Bukan karena saya merasa kuat sebagai seorang perempuan. Justru karena saya selalu merasa kekurangan poin untuk menjadi kuat, maka saya selalu mendambakan sesosok perempuan yang kuat. Meski begitu, ada banyak cerita yang menggambarkan kekejaman seorang Dewi Athena. Tak masalah. Sangat wajar ada sifat kejam dalam diri seorang dewi ataupun penguasa. Itulah kehidupan. Siapa yang kuat, dia yang menang. Siapa yang berkuasa, dialah yang benar.
"Perempuan bukan kuat karena dia cantik. Tapi dia cantik karena dia kuat."
Pallas Athena adalah tokoh yang paling saya kagumi. Mulai dari proses kelahirannya yang tidak biasa, sampai karakter dan kemampuannya. Dia adalah dewi kebujaksanaan dan keterampilan rumah tangga. Menyusun strategi perang dan menenun adalah keahliannya. Tidak ada lagi putra ataupun putri Zeus yang lebih disayangi daripada Athena.
Bagaimana saya tak kagum ? Perempuan ini adalah seorang kesatria perang, tidak suka anak-anak, tapi tak ada yang mengalahkan keindahan kain hasil tenunannya. Sisi maskulin sempurna tanpa harus meninggalkan sisi feminim meski dengan cara yang berbeda dengan dewi-dewi lainnya. Athena adalah salah satu dari 3 dewi yang tercantik, juga salah satu dari dewi perawan. Karena itulah, dia mengutuk salah satu pendetanya yang berhubungan dengan Poseidon menjadi Medusa. Kejam ? Memang. Tapi sangat indah..
Athena selalu bertentangan dengan Poseidon, sang penguasa lautan. Jika terjadi peperangan, mereka selalu ada di pihak yang berbeda. Seperti pada perang Troya, Poseidon memihak pada pasukan Troya dan Athena pada pasukan Yunani. Tapi sudah jelas. Kemenangan akan selalu ada di pihak yang didukung oleh Athena. Mereka juga memperebutkan salah satu kota. Dan, tentu saja Athena yang menang. Hingga saat ini kota itu masih menggunakan nama Sang Dewi Perkasa itu. Memang ini hanya mitos. Tak ada dewa ataupun dewi. Tapi, sosok Athena ini sangat memukau dan pantas untuk diidolakan.
Mengapa saya memilih Athena ? Mengapa bukan Aprodithe, Hera, Artemis, ataupun dewi yang lain ? Saya selalu mengidolakan sosok perempuan yang kuat. Bukan karena saya merasa kuat sebagai seorang perempuan. Justru karena saya selalu merasa kekurangan poin untuk menjadi kuat, maka saya selalu mendambakan sesosok perempuan yang kuat. Meski begitu, ada banyak cerita yang menggambarkan kekejaman seorang Dewi Athena. Tak masalah. Sangat wajar ada sifat kejam dalam diri seorang dewi ataupun penguasa. Itulah kehidupan. Siapa yang kuat, dia yang menang. Siapa yang berkuasa, dialah yang benar.
"Perempuan bukan kuat karena dia cantik. Tapi dia cantik karena dia kuat."
Jumat, 25 Mei 2012
AIR MATA, kelemahan atau senjata ?

Air mata adalah hasil ereksi dari emosi. Sama halnya dengan sisa makanan di dalam tubuh, emosi juga harus dikeluarkan. Ekspresi senang, sedih, marah, ataupun menangis. Lalu, mengapa air mata selalu diidentikkan dengan kelemahan ? Salah satu metode yang dipakai dalam biro konsultasi mengenai kejiwaan, dengan cara membuat pasien menangis terlebih dahulu. Apa yang dirasakan kemudian ? Lega.
Perempuan adalah makhluk yang (katanya) lemah. Karena mereka lebih sering memilih menangis sebagai cara untuk mengespresikan emosi. Tapi, air mata ini dapat menjadi senjata yang ampuh. Terutama menghadapi laki-laki. Mungkin dari situlah muncul ungkapan "laki-laki lemah terhadap air mata". Dengan menggunakan air mata, apa yang diinginkan hampir pasti diberikan. Air mata yang menjadi simbol dari kelemahan, adalah senjata terkuat yang dimiliki oleh perempuan.
Hei perempuan ! Air mata tidak membuatmu lemah !
Langganan:
Postingan (Atom)