Selasa, 19 Juni 2012

Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis

Jenis buku : Novel roman spiritual
Judul Asli : Na margem do Rio piedra eu sentei e chorei
Pengarang : Paulo Coelho
Alih bahasa : Rosi L Simamora
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

“cinta adalah perangkap. Ketika ia muncul, kita hanya melihat cahayanya, bukan sisi gelapnya”.

Begitulah yang semula dipercaya pilar. Tapi apa yang terjadi ketika ia bertemu dengan kekasihnya setelah sebelas tahun berpisah? Waktu menjadikan pilar wanita yang tegar dan mandiri, sedang cinta pertamanya menjelma menjadi pemimpin yang tampan dan karismatik. Pilar telah belajar mengendalikan perasaan-perasaannya dengan sangat baik, sementara kekasihnya memilih religi sebagai pelarian bagi konflik-konflik batinnya. Kini mereka bertemu kembali dan memutuskan melakukan perjalanan bersama-sama. Perjalanan itu tidak mudah, sebab dipenuhi sikap menyalahkan dan penolakan yang muncul kembali setelah lebih dari sepuluh tahun terkubur dalam-dalam di hati mereka. Dan akhirnya, di tepi sungai Piedra, cinta mereka sekali lagi dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan terpenting yang bisa disodorkan kehidupan”

Paulo Coelho adalah salah satu penulis favorit saya. Novel ini adalah salah satu karyanya. Saya selalu senang membaca karya-karya yang dihasilkannya. Temanya memang sederhana. Cinta. Tapi yang dibahas di dalamnya sangatlah luas.

Dalam novel ini, dibahas bagaimana perjalanan dua orang yang sedang dimabuk cinta. Tapi berbagai macam persoalan menghadang. Juga bagaimana penulis menggambarkan sosok Sang Bunda sebagai sisi feminin dari Tuhan. Sangat manis. Rasa cinta kasih adalah salah satu sisi feminin dari Tuhan. Selama ini, sisi maskulin dari Tuhanlah yang sering disinggung oleh pemuka agama. Seperti sifat maha kuasa, maha besar, dll. Dan sisi feminin dari Tuhan sangat jarang disinggung. Padahal, sehari-hari kita sangat dekat dengan sisi yang satu ini.

Kata-kata yang sangat sastrawi sering muncul dalam karya ini. Sehingga sangat rawan kesalahpahaman jika tidak dicernai dengan baik. Namun tetap saja konfliknya yang sangat tidak biasa membuat kita tidak ingin berhenti untuk membalik halamannya.  Bagaimana Pilar harus memilih antara mengikat kekasihnya atau membiarkannya bebas mengejar takdirnya sebagai orang yang dipanggil oleh Sang Bunda. Disini juga bisa dilihat bahwa terkadang wujud cinta tidak mesti ada ikatan khusus melainkan membiarkan sang kekasih hati mengejar takdirnya. Ada cinta, ada konflik, dan ada takdir.

Penulis mampu memainkan kata-kata yang membawa kita ke alam imajinasi terliar kita. Dan buku ini bisa menjadi teman malam yang baik. Selamat membaca !

1 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar