Senin, 12 November 2012

KOBOI BERJAS ALMAMATER


Virus superhero koboi bukan baru-baru ini menjangkiti mahasiswa. Mahasiswa yang selalu mengamini kalau dirinya adalah central of discourse, agent of change, dan social control ternyata tak lebih hina dari seorang koboi. Datang ke satu tempat, bertindak selayaknya superhero yang membawa keselamatan bagi rakyat tertindas, menjadi idola yang dipuja-puja, dan akhirnya pergi. Mahasiswa pun begitu. Ketika ada kebijakan pemerintah yang tidak memihak rakyat kecil, mahasiswa pun datang. Mereka melakukan demonstrasi disana-sini, berteriak atas nama rakyat, ketika tuntutannya dipenuhi mereka seenaknya mengklaim kalau itu adalah keberhasilan mereka, dan akhirnya mereka diam menunggu kasus lainnya untuk tampil di depan massa.

Contohnya saja jatuhnya rezim Soeharto 1998 yang lalu. Masih sering terngiang di telinga kita kalau turunnya Soeharto adalah berkat perjuangan mahasiswa di seluruh Nusantara. Memang saat itu mahasiswa membanjiri jalanan dan berteriak-teriak mengatasnamakan rakyat. Tapi memangnya yang turun ke jalan pada saat itu hanya mahasiswa? Segala elemen masyarakat juga ikut berpartisipasi dalam perayaan pra turunnya kekuasaan Soeharto. Reformasi yang terjadi bukanlah semata-mata hasil karya mahasiswa. Mahasiswa hanyalah elemen kecil yang tergabung di dalamnya.

Pasca turunnya Soeharto, apa yang dilakukan mahasiswa? Mereka kembali ke kampus masing-masing dan diam sampai ada kasus selanjutnya. Tak ada sedikitpun bentuk pengawalan yang pasti dilakukan oleh mahasiswa. Ketika muncul kasus-kasus besar yang melibatkan petinggi-petinggi Negara, barulah mereka muncul lagi ke permukaan. Lihat saja kasus BHP dan kenaikan BBM. Mahasiswa berkoar-koar di jalan, kantor-kantor pejabat, bahkan media. Tapi coba kita lihat kasus yang sederhana yang ada disekelilingnya. Penggusuran di daerah sekitar kampus, anak-anak jalanan yang tidak sekolah, kekerasan akademik di kampus, hanya secuil mahasiswa yang ada. Mahasiswa membuat masyarakat kecil selalu mengharapkan pertolongan dari mereka dengan tidak adanya pengawalan lanjutan. Mereka tidak pernah mencerdaskan masyarakat agar mereka selalu muncul sebagai pahlawan. Tidak ada bedanya dengan para kapitalis yang selalu mereka maki itu.

Bukankah tujuan dari gerakan sosial adalah menciptakan tatanan hidup yang seimbang? Tak ada lagi kata bodoh dan pintar, miskin dan kaya, karena semua adalah sama. Dan tatanan ideal itu takkan pernah tercipta jika model pergerakannya seperti itu. Karena mahasiswa saja takkan mampu membuat perubahan. Perubahan yang sesungguhnya takkan pernah tercipta dari superhero.

0 komentar:

Posting Komentar