Selasa, 12 November 2013

TEMAN

Jangan mengotori telingaku dengan kata teman. Karena aku tak mau dengar kata itu darimu. Yang aku tahu, teman tak akan memasang temannya sebagai tameng. Yang aku tahu, teman akan selalu ada. Apapun musimnya. Tak perlu bersama setiap saat untuk tahu apa yang dilakukan temannya. Tak perlu sembunyi. Karena memang tak perlu. Tak perlu lari ataupun mengejar. Selalu mampu membaca situasi. Tak perlu ada kata maaf ataupun terima kasih. Meskipun begitu, akan saling menghargai. Akan marah jika temannya diganggu. Tak perlu sungkan jika menegur dan tak perlu tersinggung jika ditegur. Sederhana. Bukan hal yang sulit. Hanya hal yang pasti dilakukan jika ikatan itu memang ada. So, apakah kau temanku?

Selasa, 05 November 2013

Jangan Bohong!

Jangan Bohong!
Itu yang selalu kau bilang. Itu yang selalu kau ucapkan. Kebohongan. Sesuatu yang tak kau suka. Sesuatu yang kau takutkan. Sesuatu yang kau benci. Dan sesuatu yang kulakukan. Kenapa aku melakukannya? Aku tak sayang padamu? Aku tak mau mendengarmu? Bukan. Bukan itu. Hanya karena itu yang selalu kau minta. Ketika aku mengutarakan keinginanku, kau akan cemberut dan mengancam ini itu. Ketika aku mengatakan yang sebenarnya, kau selalu mengatakan tidak mau. Bandel memang. Tapi cobalah kau bercermin. Amati baik-baik wajah yang ada disana. Itulah wajah orang yang mengajarkanku kebohongan. Itulah orang yang selalu berbohong padaku dengan andil supaya aku senang. Kau pikir aku tak tahu? Aku tahu sayang. Kita teman, kan? Tak perlu selalu bersama untuk mengetahui apa yang terjadi di belahan dunia sana. Ini bukan pembalasan. Yah, anggap saja ini hukum keseimbangan.

Minggu, 25 Agustus 2013

EMPAT

HP adalah dunia kami. SMS dan telepon adalah bagiannya. Tak pernah ada keberanian untuk sekedar tersenyum. Apalagi menepuk bahu. Tapi itu cukup. Tak terasa, sudah tujuh tahun.

Dia selalu menciptakan jarak. Kadang jauh. Kadang dekat. Kadang hilang. Kami bahagia. Itu sebelum harga diri sampah itu muncul. Maka terciptalah kasta yang masing-masing dari kami memperebutkan tempat teratas. Ini bukan cinta. Murni persaingan.

Buah hatinya pun diabadikan dengan sosok dewi kebijaksanaan. Pria lemah yang dibungkus dengan tubuh yang kuat. Seakan tak punya jalan ke arah kemarahan. Ada alasan untuk melupakannya? Tidak.

Laki-laki pembohong. Hanya aku yang sadar. Berharga diri tinggi, sangat percaya diri, dan keras kepala. Tapi itu semua ditutupi oleh kabut senyuman manis, kata-kata indah, dan sikap seolah-olah rendah hati. Perawakan yang lamban. Tapi mampu menjadi apa saja. Untuk sekarang, laki-laki sampah ini adalah yang terakhir.

Curhat

Apakah boleh waktu ini kuputar? Kalau boleh, aku akan memilih masa depan. Masa dimana tak ada lagi alasan untuk mencarimu. Masa dimana tak ada lagi celah untuk berharap. Dan masa dimana tak ada lagi rasa ini. Sudah selesai. Game ini sudah selesai. Selesai sebelum aku benar-benar siap. Dan aku kalah. Kalah sebelum aku benar-benar berjuang. Api perjuangan ini bahkan belum benar-benar membara. Mengapa? Masih ada kebohongan. Masih ada rasa gengsi. Masih ada perhitungan. Kau bahkan belum mengajariku apa-apa selain rasa sakit.

Sayang, apakah kau tahu ? Ketika Zeus sudah menjadi milik satu perempuan (Hera), maka Athena akan lahir dengan cara membelah kepala Zeus. Dan semua orang tahu, Athena adalah anak kesayangan Zeus.

Cerita Cinta

Happy ending story selalu menjadi kiblat cerita cinta yang bahagia. Jika dia berakhir sedih, maka itu bukan cerita cinta yang bahagia. Tapi, cinta yang menyakitkan. Kenapa akhir cerita yang selalu dijadikan patokan? Impian akan kemapanan dalam cinta pun dituangkan dalam akhir cerita cinta yang bahagia. Tapi, dalam sad ending story pun, tetap ada kebahagiaan disana. Mungkin bukan pada akhir. Tapi pada proses yang entah di awal atau pertengahan.

Kupikir, cinta adalah kebahagiaan itu sendiri. Takkan ada cinta jika kau tak merasa bahagia. Tak peduli apapun endingnya, yang dirasakan adalah hari ini, kan?

DIAM

Kau menciumi dan merabanya.
Begitukah caramu menyuruhnya diam ?
Kau memukuli dan menendangnya.
Begitukah caramu menyuruhnya diam ?
Kau merayu dan memujinya.
Begitukah caramu menyuruhnya diam ?
Kau mengusir dan memakinya.
Begitukah caramu menyuruhnya diam ?
Yang aku tahu, dia dan mereka tak akan pernah diam.

Minggu, 28 Juli 2013

Resensi Buku Cracking Da Vinci's Code

Judul Buku : Cracking Da Vinci's Code
Penulis : James L. Garlow/Peter Jones
Penerbit : BIP Kelompok Gramedia
Jenis Buku : Psychology/Religious Inspiration

Kontroversi semakin berkembang sejalan dengan penjualan novel best-seller "The Da Vinci's Code". Buku karangan James L. Garlow dan Peter Jones ini hadir untuk membantah dan membongkar kebohongan-(katanya) yang disajikan oleh Dan Brown dalam novelnya.

Dengan bahasa yang populer dan mudah dimengerti, penulis mampu mengungkapkan antitesanya terhadap novel sejarah yang sangat populer itu. Dengan hadirnya "The Da Vinci Code", ada banyak pertanyaan-pertanyaan seputar iman kristiani yang muncul. Penulis pun hadir dan menjawab pertanyaan itu dengan berdasarkan pada isi Alkitab dan beberapa buku lainnya.

Buku ini menarik karena penggalan-penggalan teks yang ada pada novel milik Brown itu tetap dikutip. Jadi, mudah dibandingkan dengan isi Alkitab yang menjadi pembandingnya. Seperti halnya "The Da Vinci Code", buku ini sangat banyak membahas masalah keperempuanan. Dalam tiga bab pertama, penulis memaparkan hasil analisisnya tentang keperempuanan suci versi Brown. Menurut penulis, tuduhan Brown terhadap Alkitab yang anti seks adalah salah besar. Karena, Alkitab dengan sangat jelas mengatur tentang pernikahan suci.

Juga tentang gereja perdana, dosa asal, Injil-injil gnostik, dan simbol-simbol banyak disinggung dalam buku ini. Novel "The Da Vinci Code" karya Dan Brown memang sangat kontroversial. Hingga membuat banyak orang terpelajar menulis buku baik itu pro maupun kontra terhadap novel tersebut. Sungguh, ini merupakan permainan antitesa yang sangat menarik.

"Mengapa kau menganggap fiksi itu adalah fakta sejarah? Mungkin besok sebelum ujian, kau akan membaca novel dulu." Itu adalah kutipan ucapan dari Evan kepada Carrie (tokoh rekaan dalam buku ini)-penulis membuatkan sebuah cerita yang menuntun kepada pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab. Saya suka kalimat ini. Tentunya fiksi tak bisa dijadikan landasan teori. Tapi, saya pernah membaca satu kutipan teks yang sangat menarik. "Sastra berbicara tentang kehidupan. Fakta bisa dimanipulasi tapi kehidupan akan tetap seperti apa adanya." Selamat Membaca !

Selasa, 23 Juli 2013

Untitled

Kehancuran. Untuk menyelamatkan segelintir orang, apakah memang harus mengorbankan banyak hal? Itu kan yang diajarkan oleh superheroisme? Aku bukan pecinta damai. Konflik adalah hal yang menarik. Hanya saja, tak perlu mengorbankan banyak hal untuk sesuatu yang sedikit lebih daripada sepele.

Jumat, 14 Juni 2013

Pilihan adalah Mutlak

Siapa yang bilang kalau hidup adalah sebuah pilihan? Ya. Hidup adalah sebuah kemutlakan. Kau tak tahu kapan atau bagaimana caranya kau hidup. Atau kapan dan bagaimana caranya hidup itu berakhir. Kau tak punya kuasa apapun diatasnya. Jalan hiduplah yang merupakan pilihan. Bagaimana menjalani hidupmu menuju ketidakhidupanmu-lah yang kau tahu. Karena kau punya kuasa untuk mengaturnya.

Jangan terjebak pada kata kebebasan, sayang. Karena kau harus memilih dalam hidupmu pun adalah sebuah kemutlakan. Memang kau yang menulis sendiri lembaran hidupmu. Tapi itu bukanlah kebebasan. Karena kau  memang harus menuliskannya. Kau tidak bebas untuk memilih antara menulis atau tidak.

Hei sayang ! Tak ada kebebasan yang benar-benar bebas di dunia ini.

Jumat, 07 Juni 2013

Baik Tak Selalu Menarik

Kamu baik, sayang. Mungkin bukan seperti yang dunia pikir dan harapkan. Tapi, aku berkata itu baik. Bukan banyak atau nilai di dalamnya. Hanya caramu untuk melakukannya. Dan aku suka itu. Walau kebaikan itu tak selalu tampak menarik. "Apa pedulimu dengan tampakan ?" Ya. Aku peduli. Tanpa harus meninggalkan isinya. 

Baikmu, mampu menghancurkan harga diri yang keras seperti batu ini. Baikmu, mampu membuat hal bodoh menjadi begitu indah. Baikmu, mampu menukar tempat kebohongan dan kebenaran. Baikmu, mampu memutihkan warna abu-abu. Baikmu, mampu membelah topeng hingga wajah ini ikut luka. Baikmu, baikmu, baikmu.

Seharusnya aku terlena dan terpaku. Harusnya aku tergila-gila. Harusnya aku ingin memonopoli. Harusnya aku rela membunuh agar mendapatkannya. Tapi tidak. Entah memang tidak atau seolah-olah tidak.

Yah, mungkin aku lebih menyukai hal yang lebih dari sekedar baik. Entah apa itu.

Minggu, 19 Mei 2013

MUNAFIK

Kalau kau bisa marah pada orang tanpa harus membencinya, maka aku bisa tertawa bersama orang yang kubenci.

Minggu, 28 April 2013

4 Orang Dalam Selembar Kertas

E : Takkan ada kata menyesal dalam mencintaimu. Karena aku yakin, takkan ada kecewa di akhir.
N : Seandainya kau peka bahwasanya ada orang di sini yang tulus mencintaimu.
V : Kalau saja beberapa hal sedikit berbeda dari sekarang, mungkin tidak perlu ada yang harus diragukan.
E : Meski harga diri yang tampak di depan, mengalah selalu lebih di depan.
N : Ini adalah malam benar-benar untuk diingat.
V : Tidak harus benar-benar bicara untuk mengerti.
E : Ketika diam tak lagi menjadi emas, maka aku memilih tak menjadi emas itu.
N : Di suatu malam di ruang berdinding biru yang dingin dan tak ramah.
V : Berceritalah kita tentang sebuah nama rahasia yang tak asing.
E : Jangan berpikir kalau aku jatuh cinta. Karena aku tertawa dan bukan menangis.
A : Saya takut ketika saya meneruskan tulisan ini, tidak ada halaman yang tersisa untuk kalian.
N : Kalau mencintainya adalah kejahatan, maka saya bersalah.
V : Menginginkan hal-hal yang sederhana. Karena bahagia itu sederhana.
E : Cara memanaskan segelas kopi yang sudah dingin. Bakar kertas dan masukkan dalam gelas berisi kopi itu.
N : Membuat hal sederhana begitu keras.
V : Jangan pernah takut kehilangan apa-apa, kalau nanti salah satu dari kita pergi. Anggap saja kita memang tidak pernah saling memiliki.
E : Walau tak ada kata memiliki, asal kau di sampingku malam ini. Itu cukup.
N : Terkadang perasaan itu lebih mudah dipendam daripada diungkapkan.
V : Karena terkadang kita tidak mau mendengar apa-apa saja yang telah kita simpulkan dengan sok tahu dan dengan begitu arogan telah memutuskan penolakan.
E : Kalau segalanya dipendam saja, maka sungai tak perlu meluap.
N : Walau kau disini hendak peduli dengan perasaan ini. Ketika kau terjatuh, pastikan nafasku menyelamatkanmu.
V : Jangan tinggalkan bekas. Apapun itu.
E : Harus pergi dulu untuk menang.
N : Jangan benci bekas yang tertinggal. Benci orang yang meninggalkannya.
V : Kita takkan jadi sama, kan ?
E : Tak masalah jika kita sama. Hanya saja, akan lebih baik jika sama adalah berbeda.
N : Seandainya. Satu kata yang saya benci.
V : Ini pertanda baik. Sampai ketemu lagi.
E : Kalau tangan kiri tak boleh melihat tangan kanan memberi, maka tangan kanan tak boleh melihat tangan kiri memukul.
N : Arrgghh.. Besok ujian.
V : Disini. Dengan ini. Semoga kamu mengerti.
E : Jangan bertanya kenapa. Karena ini tak perlu alasan.

Walaupun Arham pergi, saya, Vivi, dan Nizar tetap bergaul dengan malam.

Minggu, 14 April 2013

Aturan, Power, dan Nalar

Siapa bilang aturan adalah kesepakatan ? Itu hanya konsep ideal yang bisa membuatmu tak sadar akan realita. Nalar yang selalu kita sembah yang membuatnya demikian. Tak ada yang salah dengan proses nalar. Hanya saja, nalar itu perlu bergaul dengan indera untuk menyaksikan tontonan ketidakidealan.

Hei ! Ketika aturan adalah kesepakatan, maka tak perlu ada perlawanan. Karena aturan adalah milik Sang History Maker. Dan akan selalu seperti itu. Ketika kita bertanya soal tujuan aturan, tentu saja untuk mengatur. Dapatkah keteraturan terjadi jika tak ada pihak ketiga ? Dapatkah keteraturan terjadi jika tak ada subjek dan objek ? Ayolah, kali ini subjek akan tetap jadi subjek. Dan objek akan tetap jadi objek. Jika aturan adalah kesepakatan, maka tak akan ada agama. Hanya Tuhan dan manusia yang melakukan deal-deal-an. Kalau memang seperti itu, maka Tuhan akan sangat sibuk menghadiri undangan. 

Akan selalu ada power dominan. Sebagaimanapun menjengkelkannya dia, akan tetap ada. Dunia ideal impian kaum anarki pun tetap butuh pemimpin. Meski berkedok koordinator atau apa lah, tetap saja ada power. Sayang, tak ada yang benar-benar ideal di dunia ini. Melihatlah, mendengarlah, dan rasakanlah. Maka kau akan tahu, kalau nalar takkan bisa hidup tanpa indera. Berhenti melatih nalarmu untuk onani. Karena tak perlu beronani jika kita punya pasangan. 

Selasa, 09 April 2013

Apa Harus Marah Dulu ?

Ini bukan soal persaingan. Ini juga bukan soal kasta. Ini hanya soal hati. Hanya soal perasaan. Perasaan iri kepada dia yang mampu untuk marah. Rasa iri yang tercipta karena tak mampu untuk marah. Sepele. Apa sih sulitnya marah ? Mungkin itu mudah baginya. Tapi tak mudah untukku.

Bayangkan, semua orang menganggap kau adalah orang yang santai. "Tak masalah kalau dia. Sudah biasa". Begitu kata mereka. Mungkin saja sudah terbiasa. Tapi apakah limit pun tak mampu hadir pada kebiasaan itu ? Hanya karena kebiasaan itu terlalu sering bergaul dengan tawa ? Tawa tak sama dengan senang. Itu yang kutahu.

Apakah harus marah dulu untuk menang ? Apakah harus memakai power sebagai pengganti bedak ? Apakah harus sok menjadi orang lain ? Aku rasa tak perlu. Hanya saja, perlu ada yang sadar, kalau limit pun bisa saja memakan rasa sabar.

Sabtu, 06 April 2013

Menanti Kematianmu

Saya bingung dengan semua yang kita lewati
Saya pun kadang tidak sadar dengan dirimu
Tapi....
Saya lebih bingung
Kata kotor apa yang pantas terucap untukmu

WC buntu pun buntu untuk berpikir
Kotoran apa yang pantas untuk menggambarkan wajahmu
Sampah pun bingung, karena kau tak lagi bisa didaur ulang.

Mengapa ada orang sepertimu?
Hidup dengan kemarahan dan kesombongan
Kira-kira apa yang perlu dikenang darimu ?
Nisan tak sabar mengukir namamu.

Lekaslah mati wahai kekasih.

Mariesa Giswandhani


BUNGLON

Hari ini kita bertemu. Entah berapa fase yang sudah aku dan kau lewati. Ya. Kau tahu, aku adalah bunglon. Tak perlu mencari tahu ataupun menebak. Cukup tahu lingkunganku, kau akan tahu bagaimana warnaku. Nothing last forever. Hei ! Aku tak pernah stay di satu tempat. Aku senang berkelana dan mencoba tempat-tempat yang baru. Karena aku adalah bunglon, kemanapun aku pergi, warnaku akan berubah. Jangan heran kalau suatu hari nanti kau melihatku dengan wajah yang lain.

Tapi perlu kau ingat. Bunglon akan selalu jadi bunglon. Meski dia ada di atas daun dan berubah warna menjadi hijau, dia takkan menjadi daun. Meski dia ada di atas tanah dan berubah warna menjadi cokelat, dia takkan menjadi tanah. Dia tetaplah bunglon. Cukup warna. Bukan segalanya.

Dear, suatu saat kau akan melihatku dengan warna yang baru. Tenang saja, aku adalah bunglon dan akan terus jadi bunglon.

Jumat, 05 April 2013

Apatis atau Pemaaf ?

"Aku tak tahu ini apatis atau pemaaf. Tapi possitive thinking saja, ini karena mereka pemaaf."

Itu kata-kata paling keren yang kudengar hari ini. Di tengah kekeluan suasana dan kemarahan yang menimpa orang-orang, masih ada kata possitive thinking. Walau aku tak begitu sependapat dengannya. Mungkin memang sangat tipis perbedaan antara apatis dan pemaaf. Antara tak peduli dengan mudah melupakan. Tapi terserahlah ! Yang jelas mereka diam. Di tengah dominasi beberapa orang, di tengah kekalutan yang menyelubungi ruangan, di tengah debaran jantung mereka yang di atas panggung, mereka tidak merasakan hal yang sama. Hanya diam. Haruskah kami memaksa ? Entah apa yang membuatnya begini. Apakah kami, mereka, kalian, atau kita ? Tak ada yang salah. Hanya saja, kami ingin mereka bicara.

Sabtu, 30 Maret 2013

Kecuali = Bohong

Hmm.. Tidak perlu ada kata kecuali di dunia ini. Karena kecuali membuat kita melangkahi dan akhirnya menendang kata. Kata yang adalah prinsip. Prinsip yang adalah harga diri. Harga diri yang adalah hidup. Ketika kau hitam, maka hitam lah. ketika kau putih, maka putih lah.

Siapa bilang tak ada yang pasti di dunia ini, sayang ? Segala-galanya menjadi pasti saat kau berteman dengan prinsip. Apa yang kau katakan, maka jadilah. Apa yang inginkan, maka jadilah. Itu kata orang suci. "Kecuali" itu hanya kau yang membuatnya. Tak masalah jika kau memilih untuk mengadakan "kecuali" itu. Hanya saja, tak perlu mengadakan sesuatu yang tak perlu ada, bukan ?

P.S : cuma ini yang ada Vivi. Bagaimana ?

Senin, 18 Maret 2013

JUMAT

Hai Jumat ! Hari ini aku ditemani segelas kopi dan beberapa batang rokok untuk menemuimu. Maaf karena aku tak sempat menyaksikan pertunjukan pagimu. Aku rindu padamu, Jumat. Meski dingin dan berkabut, tak mengurungkan niatkuuntuk menemuimu. Aku tahu, akan sangat banyak pertunjukanmu hari ini. Akan kusaksikan dari jalanan yang macet. Akan kusaksikan di ujung dermaga. Akan kusaksikan di bawah pohon. Akan kusaksikan hingga Sabtu datang melengserkan tahtamu. Dan akan kumulai dari sini.

Kantinnya kelautan, 15 Februari 2013

Kebiasaan

Tidak ada tempat yang benar-benar nyaman di dunia ini. Dan semua tempat adalah menarik ketika masih baru. Karena itulah, aku memilih untuk mencoba tempat-tempat yang baru. Begitu seterusnya. Jika aku sudah mulai nyaman di suatu tempat, maka dengan susah payah aku mendorong diriku untuk pergi. Why ? Karena segalanya menjadi tak seru lagi jika sudah menjadi kebiasaan.

Itu hanya sekedar pemikiran idealis yang bodoh. Seperti aku yang berpikir seperti itu. Narsisme yang membuat orang-orang sepertiku tak mampu melihat yang sebenarnya. Ya. Aku buta. Dan zona nyamanku adalah kebutaanku. Dan aku mencintai zona nyamanku. Mencintai kebutaan bahwa aku terkena virus narsisme. Bahwa aku memilih perjalananku sebagai tempat yang paling nyaman. Bahwa aku mengkambinghitamkan kebiasaan untuk melanjutkan perjalananku.

Selalu ada tempat tujuan yang tetap. Dan akan selalu ada. Ada tiga pilihan. Kembali ke start, menuju tempat berikutnya dan tinggal disitu, atau tetap berjalan. Kebiasaan akan membuatmu nyaman tinggal di suatu tempat. Tak perlu terus berjalan untuk membuatnya semakin seru. Cukup menambahkan kebiasaan-kebiasaan baru.

Kata "MAAF"

Siapa bilang memberikan maaf itu sulit ? Itu hal yang sangat mudah. Apalagi, meminta maaf. Itu jauh lebih mudah dilakukan. Yah, dunia akan sangat indah jika semua persoalkan selesai dengan kata "maaf". Meskipun maaf itu dari hati, tak akan mengubah apapun. Dan meskipun berjuta maaf sudah diberikan, persoalan pun tak akan selesai.

Hei ! Untuk menyelesaikan persoalan harus ada korban. Tak ada yang gratis di dunia ini. Harus ada darah untuk membayar setiap kesalahan yang dibuat. Harus ada air mata untuk bisa melupakan kesalahan orang lain.

Manis, kau yang mengajarkanku tentang semua ini. Dan aku kecewa. Bahkan kata "MAAF" pun tak mampu kau ucapkan setelah menendangku.

Surat Putus

Kutatap matamu dalam-dalam. Kulihat sebongkah cinta disana. Untukku kah ? Ya. Untukku. Itu dulu, sayang. Itu dulu saat kau berkata, "Aku mencintaimu, perempuan." Sekian waktu berlalu. Telah banyak waktu yang kita buang bersama. Telah banyak kata cinta yang kita muntahkan. Dan akhirnya, kau menjadi kebiasaanku. Begitupun aku yang menjadi kebiasaanmu. Semua itu indah adanya.

Sayang, sekarang aku sadar. Sebongkah cinta yang dulu kulihat dimatamu, ternyata bukan untukku. Itu untuk dia. Dia yang kini datang kembali ke kehidupanmu. Kehidupan kita. Aku ingin rela. Rela berbagi dengannya. Tapi, aku tak mampu. Tak mampu melihat cinta yang sebongkah itu menjadi sebuah gunung.

Sayang, inilah saatnya. Saat dimana harus pergi. Harus pergi jauh dari kalian. Ya. Aku akan pergi. Takkan ada tangis. Takkan ada ciuman perpisahan. Takkan ada pelukan hangat. Hanya surat ini.

Dan akhirnya, tema tulisan akan berganti. Coretan di buku akan memudar. Gombalan dan rayuan akan habis. Semuanya akan pergi. Demi satu hal, masa depan.

"Pesanannya Andri minta dibikinkan surat putus"

Rabu, 06 Maret 2013

JANGAN

Jangan buat aku menunggu. Karena aku tak akan marah. Jangan membawakan pembanding. Karena aku akan tetap duduk disampingmu. Jangan bersikap kasar padaku. Karena aku akan menyuruh orang lain yang menemanimu. Jangan marah padaku. Karena aku akan duduk untuk memungut puing-puing sisa kemarahanmu. Jangan berusaha membuat lelucon. Karena aku akan marah. Jangan mengiyakan apapun yang kuminta. Karena aku akan pergi meninggalkanmu. Jangan pernah tertawa padaku. Karena aku hanya akan membalasnya dengan amarah. So, jangan lakukan apapun.

Rabu, 20 Februari 2013

KAKAK

Ketika aku sudah berani melawanmu. Ketika aku sudah memilih jalanku sendiri. Ketika aku memaksa diriku untuk merdeka. Ketika tangan kita tak lagi bersentuhan. Ketika memalingkan muka menjadi sapaan. Ketika senyum berganti cibiran. Ketika dahaga tak terpenuhi lagi. Ketika kata dilawan dengan diam. Ketika power tak lagi berarti. Ketika tempat sampah berubah menjadi panggung. Ketika rasa sayang berubah menjadi dominasi. Ketika buku menjadi alat pemikat. Ketika diam menjadi alasan. Ketika mengalah dikata lari. Ketika menyapa menjadi ketidaksopanan. Ketika mendengar menjadi bicara. Saat itulah kau bisa melihat kalau aku adalah adikmu yang sebenarnya.

Untitled

"Kalau kau membuat perempuan tertawa, berarti dia menyukaimu. Kalau kau membuat perempuan menangis, berarti dia mencintaimu" *kutipan

Ya. Kata-kata itu tak salah. Pada dasarnya, perempuan memang suka disakiti. Bukan rasa sakitnya. Tapi sensasi setelah rasa sakit itu. Sensasi kau akan datang meminta maaf padanya dan berjanji tak akan mengulanginya lagi. Maaf itu akan kau dapatkan. Tapi kau akan pergi dan mengulang kesalahan yang sama dan kembali meminta maaf. Dan perempuan akan kembali menangis dan memberikan maaf padamu. Kalau begini, entah siapa yang lebih bodoh daripada keledai.

Kue Dari Tanganmu, Manis

Kumakan sedikit demi sedikit kue di tanganku. Itu seperti bisa bermain di laut padahal tak bisa berenang. Itu seperti bisa merokok padahal tak mampu membelinya. Itu seperti memetik buah pertama dari pohon yang bertahun-tahun sudah ditanam. Itu seperti ditraktir makan setelah seharian belum makan. Itu seperti bermain hujan ketika musim kemarau panjang. Itu seperti bisa tidur nyenyak setelah beraktifitas seharian. Seperti itu rasanya kue dari tanganmu, Manis.


Barrang Lompo, 16/02/2013

Saya Butuh Rokok

Bayangkan kau berada di sebuah pulau tak berpenghuni. Air lautnya jernih. Tak ada sampah apapun disana. Pasir pantainya putih dan halus seperti terigu. Hari sudah sore. Mahkota mega sudah mulai menampakkan dirinya. Kau memutuskan untuk berenang sambil menikmati senja yang akan datang. Kau sangat senang. Kau berenang sampai kau kelelahan. Ketika mega sudah mulai memudar, kau pun ngantuk. Kau berbaring di atas pasir. Hampir saja kau tertidur hingga kawanan burung melintasi langit. Kau pun memutuskan menyapa mereka. Kegelapan mulai datang ketika kawanan burung selesai melintasi langit di hadapanmu. Kau mulai sadar kalau kau sendirian. Kau pun berkata, "Saya butuh rokok."

Minggu, 27 Januari 2013

Dia (lagi) !

Berapa banyak waktu yang kita habiskan ?  Berapa banyak kata yang kita muntahkan ?  Berapa banyak uang yang kita buang ? Hanya untuk satu kata, bersama. Aku hanya singgah. Kau pun begitu. Suatu hari nanti, waktu itu takkan ada. Nada dering HP takkan terdengar lagi. Gombalan dan rayuan akan habis. Coretan akan memudar. Janji-janji akan teringkari. Kau ke kiri, aku akan ke kanan. Demi satu hal, masa depan.

Tak ada maaf. Takkan ada terima kasih. Tak ada senyum ataupun tangis. Tak ada pelukan ataupun ciuman di kening. Sampai saat itu tiba, izinkan aku mengenalkan duniaku padamu.

27 January 2013


Senin pagi

Sudah berapa lama aku tak menyapamu pagi ? Entahlah. Selama ini aku terlalu sibuk bergaul dengan malam. Hari ini, aku mengunjungimu. Meski hanya sebentar. Aku rindu. Aku datang ditemani beberapa batang rokok dan sekaleng kopi dingin. Ternyata kau tak sendiri. Ada hujan disampingmu. Dan lihatlah, kau tersenyum manis padaku. Gumpalan awan tak menjadi halangan untuk melihat senyummu. "Aku rindu," katamu. "Aku juga.", bisikku. Kau terlihat sangat cantik, pagi. Senang bertemu denganmu saat ini.

Mencintaimu, sesederhana mencintaiku !

Hei !
Aku tahu, kau tersenyum bahagia saat aku lahir. Kau bilang, "Lahirlah anak yang cantik". Itu dua puluh tahun lalu. Rumah dan sekolah selalu mengajarkan untuk mencintaimu. Sepertinya sulit. Tidak boleh nakal, tidak boleh bohong, tidak boleh nyontek, tidak boleh bantah orang tua, dan sejuta tidak boleh lainnya. Dan semua itu kulanggar.
Sekarang, aku tahu kau sedang menangis melihatku. Bukan karena aku melanggar semua ketidakbolehan itu. Ya. Aku jauh darimu. Aku lupa merindukanmu. Aku tak pernah mencarimu. Aku berjalan sendiri. Ya. Karena itu.
Kau tak perlu tangisan penyesalanku. Tanpa melakukannya, maaf akan selalu ada untukku. Kau tak ingin aku membalas kebaikanmu. Karena itu semua karunia. Gratis ! Aku tak perlu mati untuk membelamu di depan orang yang mencemoohmu. Karena kau sudah pernah mati untukku.
Kau hanya ingin mencintaiku. Kau hanya ingin aku tidak meronta saat sedang digendong. Kau hanya ingin menemaniku berjalan. Kau hanya ingin menjagaku. Aku hanya perlu mengingat, kalau kau akan selalu ada. Sesederhana itu caramu mencintaiku.
Kalau boleh, tolong beri aku kesempatan untuk menghapus airmata itu dengan mencintaimu.


Kamis, 17 Januari 2013

Untitled

" You make me feel like i'm young again "

Pernah dengar lagunya The Cure yang judulnya Love Song ? Kaliamat yang tadi adalah penggalan dari lagu itu. Kalau aku menyanyikannya, itu jelas untukmu. Aku sudah pernah bilang kan, kalau aku senang bersamamu ? Aku tahu, tanpa kubilang pun, kau sudah tahu. Tapi, tak ada salahnya kalau kubilang lagi kan ?
Hei ! Aku sudah lupa kapan terakhir kali aku berteriak di jalan. Aku juga sudah lupa kapan terakhir kali aku bermain kejar-kejaran. Akupun sudah lupa kapan kalau aku ternyata suka mencubit dan menendang orang.
Siapa yang bisa mengingatkanku tenang itu semua ? Jelas kau. Padahal kau tak mengenalku di kehidupan sebelumnya. Tapi dengan mudah kau bicara seakan kau sangat mengenalku. Aku tak suka menjadi orang yang mudah dikenali. Tapi denganmu, semua berbalik arah. Tak mengapa. Aku menikmatinya. Peduli setan jika besok-besok kau sudah tak ada. Yang jelas, saat ini kau ada. That's enough babe ! That's enough !