Sekarang kau begitu indah dipandang. Tak ada lagi semak belukar. Tak ada lagi tanah becek. Tak ada lagi gundukan sampah. Yang ada, hanyalah keindahan dan kenyamanan. Satu per satu mereka mulai singgah di tempatmu. Entah itu hanya sebentar ataupun berlama-lama. Sedangkan aku ? Yah, aku tetap disini memandangimu. Singgah ? Terima kasih. Tapi maaf. Aroma indomie ku yang baru masak sudah membuatku nyaman disini. Selamat makan !
Sabtu, 29 Desember 2012
Dari arah mace
Dulu kau tak dirawat. Jangankan untuk disinggahi, melirik pun tak ada nafsu. Bertahun-tahun seperti itu. Kami lebih memilih tempat di hadapanmu. Tak begitu dirawat juga,sih. Hanya saja, disini ada ibu yang setiap hari datang memfasilitasi kebutuhan perut kami.
Jumat, 28 Desember 2012
Hukum Pengecualian
Kau tahu hukum pengecualian ? Pasti kau tahu. Tak perlu kujelaskan. Kau jauh lebih tahu daripada aku. Yang jelas, hukum itu berlaku untukmu.
Asal kau tahu, aku benci perempuan manja. Karena aku harus selalu bisa memenuhi keinginanmu yang mutlak itu. Aku juga benci perempuan yang polos dan seperti anak-anak. Karena jika terjadi sesuatu padamu, aku akan dimarahi. Aku benci perempuan yang lucu. Karena kemanapun kita pergi bersama, kau pasti lebih populer. Aku benci perempuan yang baik hati. Karena aku akan susah membalas kebaikanmu. Aku benci semua itu.
Hei ! Hukum pengecualian itu berlaku. Aku selalu bisa jalan bersamamu. Meski aku sering mengeluh, ternyata kita sudah sejauh ini. Ikhlas dan rendah hati, adalah hal terbesar yang kudapat darimu selain tempat nginap dan mandi.
Hei sexy ! Tetaplah seperti itu. Krena aku sudah terlanjur mabuk, dan aku tak ingin sadar.
Asal kau tahu, aku benci perempuan manja. Karena aku harus selalu bisa memenuhi keinginanmu yang mutlak itu. Aku juga benci perempuan yang polos dan seperti anak-anak. Karena jika terjadi sesuatu padamu, aku akan dimarahi. Aku benci perempuan yang lucu. Karena kemanapun kita pergi bersama, kau pasti lebih populer. Aku benci perempuan yang baik hati. Karena aku akan susah membalas kebaikanmu. Aku benci semua itu.
Hei ! Hukum pengecualian itu berlaku. Aku selalu bisa jalan bersamamu. Meski aku sering mengeluh, ternyata kita sudah sejauh ini. Ikhlas dan rendah hati, adalah hal terbesar yang kudapat darimu selain tempat nginap dan mandi.
Hei sexy ! Tetaplah seperti itu. Krena aku sudah terlanjur mabuk, dan aku tak ingin sadar.
Kamis, 27 Desember 2012
Seorang Pria di Gedung Kesenian
"Seni sudah mati".
Kata-kata itu bukan sayup-sayup ku dengar. Dia berteriak di dekatku. Tangannya menunjuk ke arah bangunan tua yang bahkan tak mendengarnya. Dia terus berteriak dan memaki. Terus berteriak di pinggir jalan dan menghadap ke bangunan itu. Apa yang dilakukannya ? Bangunan itu tak merespon sedikitpun kelakuannya. Disekelilingnya, orang hanya cekikikan melihatnya. Akupun begitu. Mungkin saja dia hanya menjadi hiburan bagi kami yang ada disini. Ternyata, dia tak peduli. Suara lantangnya tak juga melemah. Selamat berjuang pria kecil pemberani !
Yah, kau tak hanya sekedar berteriak. Kata-kata mu pasti penuh arti. Meskipun, aku tak mengerti sedikitpun tentang seni. Dan akupun tak mengerti kata-kata yang sedari tadi kau ucapkan. Aku tahu, kau tak mungkin melakukan itu kalau tak mengerti tentang seni. Tak mungkin kau seenaknya menyebut dia sudah mati kalau kau tak kecewa padanya. Aku hanya bisa menonton dan menulis tentangmu.
Hei pria kecil pemberani ! Kau mengingatkanku pada kata-kata yang pernah kubaca.
"Seni adanya di jalanan. Bukan di gedung kesenian."
Saya nda tau apa judulnya ini !
Kau bilang, kita adalah teman. Tapi aku bilang, hanya aku yang menganggapmu teman. Kau tidak. I don't care ! Kau selalu ada. Apa lagi ? Tapi kau berkata, "Ayolah. Aku ini laki-laki". Apakah aku harus berkata, "Ayolah. Aku ini perempuan" untuk meninggalkanmu ?
Kita pernah terbang bersama. Aku tahu, sayapmu lebih besar dan mampu terbang lebih cepat dariku. Tapi kau mengurangi kepakan sayapmu agar aku tak ketinggalan. Aku pikir, kau baik. Aku pikir, kau senang terbang bersamaku. Tapi aku tak pikir, kalau kau tahu aku tak suka kalah. Semakin lama, kepakan sayapmu semakin lemah. Dan kau tertinggal di belakangku. Aku kira, aku menang. Dengan tersenyum bangga, aku berbalik dan berkata, "Aku menang, kan ?". Dan kau dengan tenangnya tersenyum dan berkata, "Iya. Kau menang, Elaa ! Dan aku suka terlihat kalah." Seperti itu terus.
Aku jatuh dan sayapku patah. Aku terlalu memaksakan agar terbang secepat mungkin. Apa yang kau lakukan ? Kau turun dan menolongku. Kau berkata, " Kita tetap teman, kan ?" dan aku berkata " Jangan tinggalkan aku."
Kau memang tetap menemaniku memulihkan sayapku. Aku tak tega. Dan aku menyuruhmu pergi. Tapi kau berkata, "Ayolah. Aku ini laki-laki." Saat itu aku sadar kalau kau sudah pergi. Kau sudah meninggalkanku. Tubuhmu ada disini. Tapi kau sudah pergi. Kau sudah pergi sejak kau menungguku. Kau sudah pergi sejak kau melemahkan kepakan sayapmu. Kau sudah pergi sejak kau membiarkanku terlihat menang.
Asal kau tahu saja. Sangat menyenangkan melihatmu terbang sesuai dengan talentamu. Kau tak harus disini menemaniku memulihkan sayapku. Cukup membuatku mabuk, babe ! Ayolah. Aku ini perempuan.
Kita pernah terbang bersama. Aku tahu, sayapmu lebih besar dan mampu terbang lebih cepat dariku. Tapi kau mengurangi kepakan sayapmu agar aku tak ketinggalan. Aku pikir, kau baik. Aku pikir, kau senang terbang bersamaku. Tapi aku tak pikir, kalau kau tahu aku tak suka kalah. Semakin lama, kepakan sayapmu semakin lemah. Dan kau tertinggal di belakangku. Aku kira, aku menang. Dengan tersenyum bangga, aku berbalik dan berkata, "Aku menang, kan ?". Dan kau dengan tenangnya tersenyum dan berkata, "Iya. Kau menang, Elaa ! Dan aku suka terlihat kalah." Seperti itu terus.
Aku jatuh dan sayapku patah. Aku terlalu memaksakan agar terbang secepat mungkin. Apa yang kau lakukan ? Kau turun dan menolongku. Kau berkata, " Kita tetap teman, kan ?" dan aku berkata " Jangan tinggalkan aku."
Kau memang tetap menemaniku memulihkan sayapku. Aku tak tega. Dan aku menyuruhmu pergi. Tapi kau berkata, "Ayolah. Aku ini laki-laki." Saat itu aku sadar kalau kau sudah pergi. Kau sudah meninggalkanku. Tubuhmu ada disini. Tapi kau sudah pergi. Kau sudah pergi sejak kau menungguku. Kau sudah pergi sejak kau melemahkan kepakan sayapmu. Kau sudah pergi sejak kau membiarkanku terlihat menang.
Asal kau tahu saja. Sangat menyenangkan melihatmu terbang sesuai dengan talentamu. Kau tak harus disini menemaniku memulihkan sayapku. Cukup membuatku mabuk, babe ! Ayolah. Aku ini perempuan.
Untuk orang yang mau belajar semiotika.
Langganan:
Postingan (Atom)