Malam.
Kau gelap, hitam, sunyi, dan menyeramkan.
Bila kutatap wajahmu, hitam, kosong.
Hanya sedikit harapan yang tampak.
Malam.
Apa menariknya dirimu ?
Malam.
Aku berdiskusi di waktumu.
Aku bergaul di waktumu.
Aku menulis di waktumu.
Aku menangis pun di waktumu.
Malam.
Kuabaikan kegelapanmu.
Kuacuhkan kesunyianmu.
Aku tetap berjalan ke arah cahaya yang setitik itu.
Jumat, 05 Oktober 2012
Surat Seorang Ibu
( curahan hati seorang ibu yang menunggu anaknya pulang ke rumah )
Anakku, apakah kau tahu kalau setiap malam aku menunggumu pulang ke rumah ?
Apakah kau tahu kalau aku khawatir memikirkanmu setiap hari ?
Apakah kau mengerti alasanku menyuruhmu mencukur rambut ?
Apakah kau juga tahu alasanku menyuruhmu berhenti merokok ?
Aku tahu, kau di luar memperjuangkan rakyat.
Aku tahu, kau adalah orang nomor satu di kampusmu.
Sikapmu terpuji, nak. Aku hargai itu.
Aku senang, kau memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Aku senang, kau bukan orang yang pragmatis.
Aku senang, kau memikirkan nasib rakyat kecil.
Aku juga senang, uang bukan segalanya bagimu.
Kau tahu, aku bangga melihatmu di TV sedang memimpin aksi demonstrasi di kantor DPR.
Aku bangga melahirkan seorang anak yang cerdas sepertimu.
Aku bangga melihat gaya hidupmu yang tidak biasa.
Aku bangga melahirkanmu,nak.
Saat pertama mendengar suara tangismu yang kuat,
aku berdoa agar kau menjadi seorang laki-laki yang kuat, cerdas, dan pantas menjadi pemimpin.
Itu terwujud saat ini, nak.
Kau laki-laki yang kuat. Semua olahraga kau kuasai.
Bukti prestasi olahraga menghiasi lemari di kamarmu.
Kau juga cerdas. Kamarmu sudah bisa menjadi sebuah perpustakaan.
Kau membeli buku-buku itu dari jatah uang jajanmu.
Melihat kondisi pergaulan anak muda sekarang, sangat tidak mudah memilih membeli buku ketimbang menghabiskan uang untuk senang-senang.
Kau pun pantas menjadi seorang pemimpin.
Kau dipercaya oleh temanmu untuk memimpin organisasimu.
Kemana pun kau pergi, orang akan menyalamimu sambil membungkuk.
Aku sangat bersyukur memiliki anak sepertimu.
Bukannya aku menyuruhmu meludahi ideologimu sendiri.
Bukannya aku memintamu tidak memperdulikan rakyat kecil.
Bukannya aku ingin kau melepaskan apa yang menjadi keyakinan dan keinginanmu.
Semua ibu ingin yang terbaik untuk anaknya.
Aku hanya ingin kau peduli dengan rakyat dan juga peduli pada keluargamu.
Pulanglah, nak.
Ibu menunggumu.
Langganan:
Postingan (Atom)